TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Kegagalan berujung pada keputusasaan, ungkapan tersebut seperti yang tergambar dalam sosok Tri Isnanto (19) warga Candi Rejo, RT 04/05 Way Pengubuan, Lampung Tengah.
Pasalnya, lantaran tetap kepingin jadi prajurit usai gagal menjalani tes perekrutan anggota TNI beberapa waktu lalu, petani asal Lampung itu kehilangan akal dan mulai menjahit seragam sekaligus membeli atribut Polsuska untuk membanggakan diri.
Aksi tidak terpuji yang dilakukan pemuda kelahiran Palembang, 02 November 1996 itu akhirnya terbongkar usai petugas Polsuska Daop 1 Jakarta berhasil mengamankan Tri yang menumpang Kereta Kalimaya dari Pelabuhan Merak di Stasiun Tanah Abang, Selasa (8/12/2015).
Entah apa yang dipikirkan Tri, usai diamankan dan dimintai keterangan oleh petugas, dirinya justru terlihat bersemangat mengaku sengaja mengenakan seragam serta atribut lengkap polisi khusus kereta api (Polsuska) Kertapati Sumatera Selatan lantaran ingin menjadi seorang prajurit.
Hal tersebut disampaikannya, sesuai dengan arahan seorang perempuan yang mengaku sebagai pegawai PT KAI bernama Ismi Subowo usai dirinya gagal menjalani ujian psikotes dalam perekrutan anggota TNI di Palembang, Sumatera Selatan pada bulan Agustus 2015 lalu.
Kepada dirinya, perempuan yang baru ditemuinya itu menganjurkan untuk membeli seragam serta atribut lengkap Polsuska, selanjutnya pergi ke kantor pusat PT KAI di Jakarta untuk mengikuti perekrutan anggota Polsuska baru.
"Saya nggak kenal dia (Ismi Subowo-red) itu siapa pak, tapi saya yakin kalau dia benar pegawai PT KAI. Karena itu saya datang dari Lampung ke Jakarta sekarang ini," ungkapnya kepada petugas.
Mengenai seragam dan atribut yang dikenakannya, Tri menyebutkansengaja dijahitnya di wilayah Tanjung Karang, Bandar Lampung. Sementara, atribut Polsuska seperti emblem, topi hingga sepatu dibelinya di Pasar Cindi, Palembang. Sedangkan pistol yang diketahui merupakan korek api didapatkannya dari Pasar Bandar Jaya, Lampung Tengah.
Namun, lanjutnya, walau seragam maupun atribut Polsuska sudah dimilikinya, dirinya tidak menggunakan seragam tersebut untuk melakukan tindak pidana seperti pemerasan ataupun lainnya.
Seragam yang diakuinya baru dikenakan sebanyak enam kali itu dipakainya saat menyambangi sekolah asalnya, yakni Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) SS Lampung Selatan pada beberapa waktu lalu.
"Saya nggak pernah pakai seragam ini buat kejahatan pak, sekarang ini saya pakai karena mau ke kantor PT KAI. Ini saja saya baru pakai habis turun dari kapal feri di Pelabuhan Merak pak," ungkapnya tertunduk.
Upaya Tri untuk menjadi prajurit pun pupus sudah, usai menjalani pemeriksaan dan menandatangani surat pernyataan agar tidak kembali mengulangi kesalahan, seragam beserta seluruh atribut Polsuska yang dikenakannya dilucuti petugas. Dirinya yang dijemput oleh seorang kerabatnya itu kemudian berganti pakaian dengan mengenakan kaos dan celana pendek.
"Orangtua sama keluarga sudah tahu, mereka juga sudah ngelarang saya. Saya tahu itu salah, tapi saya bangga waktu pakai seragam itu, walaupun saya bukan pegawai PT KAI," tutupnya.
Usia diberikan pengarahan, Tri yang terlihat tertunduk pucat pun dipersilahkan untuk meninggalkan Kantor Polsuska Stasiun Tanah Abang. Bersamaan dengan datangnya Commuter Line dari arah Manggarai, Tri yang ditemani seorang kerabatnya pun meninggalkan Stasiun Tanah Abang.
Menanggapi hal tersebut, Senior Manager Corporate Comunication PT Kereta Api Indonesia (KAI) Daerah Operasi (Daop) 1 Jakarta, Bambang Setiyo Prayitno mengaku prihatin. Dirinya pun mengimbau kepada masyarakat untuk tidak serta merta percaya ajakan seseorang, khususnya yang baru dikenal.
"Walau dia sudah melanggar hukum, saya tetap prihatin. Apalagi, dia itu diketahui berkeinginan besar ingin jadi aparat. Karena itu jangan cepat percaya atas ajakan orang, apalagi belum tentu kejelasannya," ujarnya kepada Warta Kota, Selasa (8/12). (Dwi Rizki)