News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Pembelian Lahan RS Sumber Waras

Ahok: Bukan Pemprov DKI yang Tentukan NJOP, tapi Kementerian Keuangan

Editor: Gusti Sawabi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) meluncurkan 32 mobil derek kecil otomatis milik Dinas Perhubungan (Dishub) DKI, di Balai Kota, Selasa (8/12/2015). Dishub DKI selama ini hanya memiliki 14 armada mobil derek dan mendapatkan pendapatan Rp4,8 miliar tahun ini. Dengan bertambahnya mobil derek ini, ditargetkan pendapatan menjadi Rp20 miliar hingga Rp25 miliar. TRIBUNNEWS/HERUDIN

Tribunnews.com, Jakarta - Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama kembali mempertanyakan dugaan kesalahan administrasi pembelian lahan Rumah Sakit Sumber Waras dalam anggaran pendapatan belanja daerah perubahan (APBD-P) 2014.

Kini, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah menyidik hasil audit investigasi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap indikasi korupsi pembelian lahan RS Sumber Waras.

"Makanya saya mau tanya oknum KPK, kalau mau bikin hebat. Penyidik KPK yang hebat, salah saya di mana?" kata Basuki, di Balai Kota, Selasa (8/12/2015).

Basuki mengklaim pembelian lahan RS Sumber Waras dikatakan salah karena nilai jual objek pajak (NJOP) nya lebih mahal. Sebab, kata Basuki, NJOP di Jalan Kyai Tapa lebih mahal dibanding Jalan Tomang Utara.

Pemprov DKI membeli lahan 3,7 hektar RS Sumber Waras sesuai NJOP Rp 20 juta per meter persegi dan BPK menilai seharusnya NJOP-nya senilai Rp 7 juta per meter persegi.

"Kata audit BPK, Sumber Waras itu seharusnya ada di Tomang Utara. Memang yang menentukan alamat sertifikat itu memangnya gue," kata Basuki.

Kemudian, Basuki mengklaim bukan Pemprov DKI yang menentukan NJOP. Melainkan ditentukan oleh Kementerian Keuangan.

"NJOP itu bukan turun dari langit, salahnya di mana?" kata Basuki lagi dengan nada tinggi.

Di dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) terhadap Laporan Keuangan Tahun Anggaran 2014, BPK menemukan kecurangan. Basuki mempertanyakan hal itu. Sebab, selama ini BPK maupun BPK DKI tidak pernah menemuinya untuk audit anggaran.

Padahal, klaim Basuki, undang-undang mengatur pertemuan antara BPK dan lembaga terkait sebelum audit.

"Kalau dia enggak mau ketemu, masa saya yang harus temui dia? Apakah itu enggak tendensius," kata Basuki.

Di dalam LHP BPK 2014, lanjut dia, tidak mencantumkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 40 Tahun 2014 tentang revisi aturan pengadaan tanah dan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum. Basuki mengatakan, aturan itu mengatur pembelian lahan di bawah lima hektar.

"Dia (BPK) sebutin enggak itu? Enggak, itu tendensius. Makanya saya juga pengin tahu kalau sampai ada oknum KPK penyidiknya manggil saya karena menganggap ini kerugian negara, saya pingin tahu. Bagaimana cara ngitung kerugiannya," kata Basuki. (Kurnia Sari Aziza)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini