TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Penertiban demi normalisasi Kali Ciliwung di Bukit Duri sempat ricuh. Anggota Lembaga Bantuan Hukum Alldo Fellix Januardy menjadi korban pemukulan yang dilakukan Satpol PP dan petugas kepolisian.
Sekitar pukul 07.00 WIB, tim gabungan yang terdapat puluhan Satpol PP dan Kepolisian mendatangi RT 11, 12, 15, RW 10, Bukit Duri, Tebet, Jakarta Selatan.
Hal itu demi melakukan penertiban atas protes penggusuran yang dilakukan warga sekitar.
Warga termasuk Alldo protes agar penggusuran tidak dulu dilakukan.
Pasalnya, warga telah mengajukan gugatan terkait penggusuran ke Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN) dan proses hukum sedang berlangsung.
Protes itu, ujar Alldo, berbuntut kekerasan.
"Saya samperin Satpol PP, Polisi, dan Camat yang ada di situ. Saya cuma bilang, 'proses hukum sedang berlangsung, tolong hormati proses hukum," cerita Alldo di Gedung DPRD DKI, Jakarta Pusat, Selasa (12/1/2016).
Teguran itu, cerita Alldo, tidak disikapi dengan bijak oleh Satpol PP dan petugas kepolisian.
"Saya ditarik oleh lima Satpol PP, ada anggota kepolisian. Dibawa jauh ke jalan, sempat jatuh ke aspal, kaca mata pecah, pelipis berdarah kena sikut," imbuhnya.
Selain Alldo ada empat warga di dekatnya yang mengalami tindak kekerasan. Saat pemukulan, Alldo tak dapat melihat secara jelas karena pandangannya kabur.
"Sayangnya saya minus enam," katanya.
Atas tindak kekerasan itu, tim LBH Jakarta akan melaporkannya ke Polda Metro Jaya. LBH Jakarta menilai, penggusuran di Jakarta kerap kali berujung pada kekerasan.
"Pemerintah tidak partisipatif dan cenderung melakukan tindakan kekerasan. Kasus ini (Bukit Duri) sama seperti di Kampung Pulo. Pemerintah tidak pernah belajar, bahwa warga itu mau diajak diskusi," kata Alldo,
"Tapi kenapa pemerintah memilih cara pakai tangan besi duluan, itu yang kita sayangkan," pungkasnya.