TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Minggu, 6 Desember 2015 bus Metromini menerobos palang perlintasan hingga tertabrak kereta rel listrik di bilangan Tubagus Angke, Jakarta Barat.
Akibat peristiwa tersebut 18 jiwa menjadi korban.
Perstiwa tersebut bukan kali pertama Metromini menjadi bus maut.
Kecelakaan ini sekali lagi menjadi bukti karut marutnya pengelolaan transportasi publik di Ibukota.
Secara fisik, sebagian besar bus umum ini kondisinya bobrok, tidak memiliki rem tangan, penunjuk kecepatan, dan kelengkapan lainnya.
Pengemudinya banyak yang tidak memiliki Surat Ijin Mengemudi dengan prilaku yang kerap membahayakan penumpang dan pengguna jalan lainnya.
Ugal-ugalan di jalanan hanya untuk satu kata "Setoran".
Sempat mogok, tapi sampai hari ini bus oranye yang legendaris itu masih beroperasi.
Banyak pihak menganjurkan Metromini bergabung dan terintegrasi dengan PT TransJakarta.
Lalu, apa yang membuat langkah pembenahan Metromini terasa begitu lamban?
Bagaimana kesiapan Pemerintah dan Dishub DKI Jakarta menerima bergabungnya Metromini ke PT TransJakarta?
Apa saja rencana Pemerintah dan Dishub DKI Jakarta untuk mengurai persoalan transportasi publik?
Saksikan AIMAN "Bobrok Abadi Metromini", Senin 1 Februari 2016 pukul 22.00 WIB di Kompas TV.