TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Budayawan Betawi, Ridwan Saidi, menilai penertiban daerah kumuh Kalijodo bukanlah hal yang mustahil.
Bahkan, tradisi yang dulu pernah ramai diadakan di sana, yakni perayaan Peh Cun, juga bisa dihidupkan kembali sehingga stigma orang tentang Kalijodo bisa berubah ke hal yang positif.
"Sangat mungkin, sangat bisa. Peh Cun itu kan situs hidup. Investasinya juga enggak gede, cuma kebersihan, ruang terbuka hijau, tanaman. Peh Cun dihidupin lagi, saya kira oke," kata Ridwan kepada Kompas.com, Jumat (12/2/2016).
Pada tahun 1950-an, perayaan Peh Cun telah menjadi magnet tersendiri bagi warga di sekitar sana.
Dalam perayaan itu, selalu ada pesta air, muda-mudi bisa bertemu. Jika mereka saling tertarik, hal itu dapat dimaknai mereka telah berjodoh di sana. Dari situlah nama Kalijodo bermula.
Daerah di sekitar Kalijodo, seperti Bandengan hingga ke Muara Angke, juga memiliki potensi pariwisata yang terpendam cukup lama.
Hal tersebut karena kawasan Kali Angke dari Kalijodo hingga ke muaranya memiliki sejarah tersendiri dan tradisi yang menarik.
Tradisi tersebut adalah perayaan Cap Go Meh yang biasanya dilaksanakan di jalan pada sore hari dan perayaan sedekah laut oleh para nelayan di Muara Angke.
Selain itu, di sepanjang Kali Angke hingga muara Kali Angke, banyak situs yang sekarang sudah tersembunyi karena banyak rumah penduduk.
Untuk dapat menertibkan Kalijodo, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dinilai harus menggandeng semua pihak dan stakeholder terkait.
Selain itu, pemerintah juga perlu menangani pelindung bisnis prostitusi dan perjudian di Kalijodo yang pengaruhnya sangat kuat sampai sekarang. (Andri Donnal Putera)