TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ahli Toksikologi dari Universitas Indonesia (UI) Budiawan mengakui lemahnya sistem pengawasan obat dan makanan di Indonesia sehingga bahan-bahan kimia, termasuk sianida mudah diperoleh di pasaran.
"Persoalannya dalam mata rantai peredaran bahan kimia ini belum atau masih banyak kebocoran dan kekurangan," ujar Budiawan dalam acara Talkshow Berkas Kompas membahas bertajuk Melacak Jejak Sianida di Bentara Budaya, Jakarta, Sabtu (20/2/2016).
Budi mengambil contoh, masyarakat umum bisa dengan mudahnya membeli bahan kimia jenis potas di toko-toko.
Potas biasanya bahan kimia yang digunakan nelayan untuk mempermudah memperoleh ikan.
"Di masyarakat, bahan seperti ini ada. Dulu dinamakan potas, potasium sianida, itu untuk meracuni ikan. Mau dapat ikan mudah dengan itu," kata Budi.
Untuk bahan-bahan kimia ini, menurut Budi, seharusnya ada prosedur yang berlaku.
Ia mengatakan di dalam aturan internasional terkait peredaran bahan-bahan kimia, agar setiap peredaran bahan kimia memerlukan inventarisir data yang lengkap, sehingga bisa diketahui penggunaannya.
"Ketika bahan kimia ada di dalam suatu lokasi, menurut aturan yang berlaku di internasional bahwa dalam penyimpanan itu harus ada aspek security itu. Pertama, invetarisir bahan seperti ini harus ada. Anda bayangkan bahan ini tidak punya data, tiba-tiba ada seperti sekarang ini (kasus Jessica). Kalau hilang enggak dijelasin datanya, alurnya, nah itu bisa disalahgunakan," ucap Budi.