TRIBUNNEWS.COM -- MUSIBAH tak ada yang tahu datangnya,ia begitu saja datang tanpa pesan sebelumnya. Tidak ada yang menyangka awalnya Abubakar Nataprawira berniat melakukan terapi oksigen di chamber hiperbarik RS TNI AL Mintohardjo justru berujung celaka.
Mantan Kadiv Humas Mabes Polri itu datang ke RS TNI AL untuk menjalani terapi karena ia ingin menyembuhkan penyakit di jari kakinya. Ada semacam gangguan syaraf di jari kaki kiri Abubakar yang membuat polisi bintang dua itu melakukan terapi.
Baca juga: Dokter dan Dua Besan Tewas Mengenaskan, Terapi Hiperbarik Berujung Petaka
Abubakar memilih RS TNI AL karena melihat besannya Edi Suwandi melakukan terapi hiperbarik karena sakit di telinga. Mendapat cerita bahwa Edi bisa membaik kondisinya karena melakukan terapi hiperbarik, Abubakar pun berkeinginan mencoba.
Saat musibah terjadi itu merupakan kedua kalinya Abubakar menjalani terapi hiperbarik. Namun apa daya, Yang Maha Kuasa berkata lain, alih-alih ingin menyembuhkan penyakit justru ia dipanggil selamanya menghadap Sang Ilahi karena adanya ledakan di ruangan chamber hiperbarik tersebut.
"Baru dua kali (terapi). Yang pertama dulu juga sudah lama banget. Kemarin lakukan terapi lagi," kata istri Abubakar, Tri Murni.
Penyakit yang ada di kaki almarhum Abubakar, kata Tri sudah diderita selama enam bulan terakhir. Mungkin pada akhir-akhir ini berasa sakit yang membuat Abubakar melakukan terapi hiperbarik.
"Kemarin bapak janjian sama besan di RSAL, saya memang tidak mengantar karena kerja. Bapak tertarik coba terapi karena besannya merasa lebih baik setelah terapi," katanya.
Tri Murny mengaku tidak memiliki firasat khusus saat suaminya hendak berpulang ke rahmatullah. Dikatakannya, pada hari nahas itu ia dan suami menjalani hari seperti biasa dan dirinya pun bekerja seperti biasa.
Namun memang kata Tri beberapa waktu belakangan Abubakar lebih banyak bergurau dengannya. Tri tidak berpikir negatif dengan sikap suaminya itu.
"Guraunya soal baju, waktu itu saya pakai baju warna terang lalu dibecandain sama almarhum," tuturnya.
Almarhum Abubakar, lanjut Tri juga lebih ceria sebelum meninggal dunia. Tri merasa lebih sering diperhatikan oleh suaminya itu, padahal sebelum-sebelumnya tidak seperti itu kebiasaan suaminya.
"Ya sekali lagi saya sih berpikir positif saja, tidak ada pikiran negatif. Tapi memang almarhum belakangan lebih ceria," ujar Tri.
Hujan Iringi Pemakaman Abubakar
Pemakaman mantan Kadiv Humas Polri yang menjadi korban insiden di Rumah Sakit Angkatan Laut dr. Mintohardjo, Inspektur Jenderal Polisi (Purn) Abubakar Nataprawira sempat diiringi rintikan hujan gerimis.
Jenazah mendiang Abubakar sampai di Taman Makam Pahlawan Kalibata pada 13.04 WIB, Selasa (15/3) langsung disambut pasukan dari Kepolisian yang mengiringi upacara pemakaman secara militer.
Baca juga: Firasat Ibu Dimas Sebelum Terjadi Ledakan
Sekitar 10 menit dalam perjalanan dari gerbang pemakaman menuju liang lahat, rintikan hujan sempat turun hingga pertengahan prosesi. Rintikan hujan yang berintensitas sangat kecil ini, sama sekali tidak mengganggu prosesi pemakaman.
Upacara pemakaman secara militer ini dipimpin Kadiv Humas Polri saat ini, Irjen Pol Anton Charlian. Pada pemakaman ini pasukan dari Polri dan gabungan angkatan TNI ikut dalam prosesi pemakaman.
Keluarga yang ditinggalkan mendiang tampak khidmat dan tabah saat prosesi pemakaman berlangsung. Setelah tembakan salvo dan penyerahan bendera ke keluarga, proses penguburan berlangsung. Sebelum liang lahat Abubakar kembali ditutup, Kompol Ali Mukaddam mengumandangkan Adzan terlebih dahulu.
Dalam sambutannya di upacara pemakaman, Irjen Pol Anton Charlian menyatakan Kepolisian kehilang sosok yang rajin dan teguh dalam tugas. "Ujian ini sangat mengejutkan, tetapi Tuhan berkehendak demikian," kata Anton.
Setelah liang lahat tertutup, secara bergantian keluarga korban merapat ke pusara Abubakar untuk mendoakan. Tri Murni, istri yang ditinggalkan Abubakar sempat menaburkan bunga dan melantunkan doa di pusara suaminya.
Sulistyo Terapi Agar Bugar
Sementara itu merasa kurang enak badan, Ketua Umum PGRI Dr Sulistiyo pamit izin ke rekan-rekannya sesama anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) untuk menjalani terapi di RSAL Mintohardjo, Jakarta, Senin (14/3).
Tak sampai dua jam, anggota DPD yang sebelumnya rapat bersama Sulistiyo kaget bukan kepalang. Mereka mendapat kabar, Sulistiyo meninggal dunia saat menjalani terapi di Herbarik Oksigen di RSAL Mintoharjo, Jakarta Pusat.
Seperti hari-hari biasanya, Senin pagi Sulistiyo terlihat hadir berkantor. Dengan penuh semangat, Sulistiyo yang kini menjadi anggota Komite III DPD RI atau Alat Kelengkapan, mengikuti rapat konsinyering berbagai RUU yang dibahas DPD. Salah satunya mengenai RUU Ketenagerjaan Luar Negeri. Rapat dimulai sekitar pukul 09.00 WIB.
"Sebelum jeda istirahat atau sekitar pukul 12.00 WIB, Pak Sulistiyo izin. Beliau merasa kurang enak badan. Beliau izin untuk menjalani terapi kesehatan di RSAL Mintohardjo," ujar Kabid Pemberitaan DPD RI Mahyu Darma.
Setelah rehat, Komite III DPD RI kembali melanjutkan rapat konsiyering.. Namun di sela-sela rapat, para senator ini mendapat kabar bahwa Sulistiyo telah meninggal dunia. "Kami mendapat kabar sekitar pukul 14.00 WIB. Kaget, pimpinan dan beberapa anggota DPD langsung ke RS Mintohardjo," lanjut Mahyu Darma.
Terapi dimulai sekitar pukul 11.30 WIB dengan membuat oksigen dari tabung dengan tekanan 2,4 atmosfir. Sekitar pukul 13.00 WIB, tekanan tabung mulai diturunkan menuju 1 atmosfir.
Secara mendadak, sekitar pukul 13.10 WIB terlihat percikan api di dalam chamber. Operator kemudian dengan cepat membuka system fire, tapi api dalam chamber secara cepat langsung membesar dan tekanan dalam chamber naik dengan cepat sehingga safety valve terbuka dan menimbulkan ledakan.
Sekitar pukul 14.00 WIB, korban dapat dievakuasi dan langsung dibawa ke kamar jenazah RSAL Mintohardjo. Sementara Petugas dan penunggu yang berada di Kamar Udara Bertekanan Tinggi (KUBT) langsung dievakuasi ke UGD RSAL Mintohardjo guna mendapat perawatan intensif akibat asap.
Menteri Pendidikan, Anies Baswedan kemarin langsung menengok jenazah Sulistiyo yang selama ini juga menjabat Ketua Umum PGRI. Menurut Anies, Sulistiyo tak menderita sakit. Dia menjalani treatment Hiperbarik Oksigen (HBO) untuk meningkatkan kebugaran.
"Mereka korban tak ada sakit. Hanya menjalani terapi dalam artian bukan mengobati sakit, tetapi untuk meningkatkan kebugaran dan lain-lain," tutur Anies Baswedan.
Anies pun merasa kehilangan atas meninggalnya Sulistyo. Menurut Anies, di penghujung masa hidupnya, Sulistyo sempat menyampaikan pesan kepada Anies. Ia berharap supaya dunia pendidikan Indonesia dapat lebih baik di kemudian hari. "Beliau mengatakan pesan terakhirnya titip Indonesia bisa lebih baik," tutur Anies. (val/zul/wly)