TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Badan Peneliti Independen Kekayaan Pejabat Negara dan Pengusaha Nasional (BPI KPN-PN) yang dipimpin oleh Tubagus Rahmad Sukendar, mendatangi Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia di Jalan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Senin (4/4) untuk meminta MK mengkaji ulang deponering perkara Abraham Samad dan Bambang Widjojanto oleh Jaksa Agung HM Prasetyo.
Kehadiran Tubagus Rahmad Sukendar didampingi Sekjen BPI KPN-PN Fonda Tangguh dan kuasa hukumnya, Didi Karya Darmawan, Halim Darmawan, Haetami dan Denni Arief Mahesa.
“Kami melihat penghentian kasus AS dan BW oleh Kejaksaan Agung tidak punya alasan kuat, apalagi merujuk UU Nomor 16 Tahun 2004 Tentang Kejaksaan khususnya Pasal 35 huruf C tentang Tugas dan Wewenang Jaksa Agung,” ungkap Tubagus Rahmad Sukendar dalam siaran persnya, Senin (4/4) malam.
Hal senada juga dikatakan oleh kuasa hukum BPI KPN-PN, Halim Darmawan.
“Jika dikaitkan dengan Pasal 28 UUD 1945, sebenarnya langkah deponering dua mantan pucuk pimpinan KPK tersebut tidak terpenuhi,” tutur Halim Darmawan.
Menurutnya, meskipun Jaksa Agung memiliki kewenangan dalam melakukan deponering, namun ada hal-hal yang perlu dipertimbangkan.
“Dalam UU Kejaksaan, deponering itu perlu pertimbangan. Nah disini kan ada tiga institusi menolak, yaitu DPR, Kapolri dan Mahkamah Agung,” jelasnya.
Halim menambahkan, dalam perkara AS dan BW ketika kejaksaan telah menerima berkas yang telah dinyatakan lengkap (P21) oleh JPU, seharusnya segera melimpahkan ke pengadilan, guna mendapatkan kepastian hukum.
“Perkara nanti di pengadilan AS atau BW tidak bersalah, lain lagi ceritanya. Mereka tetap harus diproses di pengadilan terlebih dulu,” katanya.
Permohonan BPI KPN-PN ke MK diterima oleh bagian Penerimaan Perkara Konstitusi dan terdaftar dalam Laporan No.1568-0/PAN.MK/IV.2016.