Tribunnews.com, JAKARTA - Ratna Sarumpaet dulu adalah pengagum dan pendukung Basuki Tjahaja Purnama saat menjadi pasangan Joko Widodo pada Pilkada DKI Jakarta 2012.
Saking dekatnya Ratna dengan Ahok yang kini menjabat Gubernur DKI menggantikan Jokowi, pernikahan putri Ratna yakni Atiqah Hasiolan pun bisa dilangsungkan di Pulau Seribu, salah satu kawasan wisata DKI Jakarta.
Namun Ratna kini menjadi penetang Ahok paling depan. Kemarin (11/4), saat Pemprov DKI hendak menggusur kampung Pasar Ikan dan Kampung Aquarium di Jakarta Utara, Ratna tampil membela warga.
Sayang, sebelum aksinya dimulai, ia diamankan petugas kepolisian. Hampir tujuh jam lamanya Ratna dikungkung di depan Cafe Galangan lantaran mobilnya dihalangi mobil polisi.
Kepada Tribunnews, Ratna menampik bila kritik keras yang dilontarkannya selama ini kepada pemprov DKI lantaran ketidaksukaannya secara pribadi kepada Ahok. Menurut Ratna pada awalnya ia berhubungan baik dengan mantan Bupati Belitung Timur tersebut.
Tahun 2012, Ahok pernah mendatangi rumah Ratna meminta dukungan untuk maju sebagai calon wakil gubernur mendampingi Joko Widodo. Pada Pilkada 2012, Ratna mendukung pasangan Jokowi-Ahok melawan Fauzi Bowo. Hasilnya, Jokowi-Ahok menang meski melalui dua putaran.
Ratna juga mengakui, berkat Ahok lah, anaknya, Atiqah Hasiholan bisa menikah di Pulau Seribu. "Saya sebenanrya dulu baik, Pak Ahok datang ke rumah aku dulu meminta dukunganku," katanya.
Ratna mengatakan saat itu ia sangat mendukung Ahok menjadi pimpinan DKI. Alasannya Ahok merupakan bagian dari minoritas, dan dalam memimpin suatu daerah tidak dinilai dari latar belakangnya, melainkan dari kemampuannya.
"Saya dukung banget karena dia minoritas. Dan saya kira Indonesia harus menerima pemimpin berdasakan kemampuan, tidak peduli latar belakangnya," katanya.
Jadi Tak Suka Ahok
Ratna mengaku mulai muncul ketidaksukaan pada Ahok pada saat kegiatan keagamaan Idul Qurban tahun 2014. Ahok menurut Ratna justru tidak menghormati keberagaman dengan melarang pemotongan hewan qurban disembarang tempat dan harus di RPH (Rumah Potong Hewan).
Ketidaksukaan tersebut ditambahlagi saat kasus penggusuran Kampung Pulo, Jakarta Timur. Menurut Ratan, Ahok tidak bisa memberikan alasan yang kuat dalam melakukan penggusuran Kampung Pulo ketika itu.
Selain itu pernyataan Ahok dinilai tidak konsiten. "Cuma belakangan saya melihat Pak Ahok itu justru kurang menghargai keberagaman itu. Seperti saat dia mencampuri masalah qurban. Malah saya kasih saran supaya dia didampingi ulama. Gubernur yang tidak beragam Islam seharusnya didampingi ulama," katanya.
Manurut Ratna, kekurangan ahok yang paling mendasar adalah antikritik. Mereka yang mengkritik kinerja Ahok sebagai pimpinan di DKI langsung dicap sebagai musuh. "Pak Ahok menurut saya apabila dibilang salah dia akan marah besar. Menurut saya seperti itu kurang tepat. Manusia itu pasti ada salah salahnya lah. Dari situ lah kita belajar," katanya.
Ratna mengaku sadar Ahok memiliki watak yang keras. Namun bukan berari dengan watak keras tersebut tidak dapat berdialog dengan warganya. Menurut Ratna, ia pun juga berwatak keras, namun dalam membahas atau menyelesaikan persoalan, membuka ruang dialog.
"Bukan berarti saya selalu benar ya dan bukan berari pak Ahok benar juga ya, tapi itu kan bisa didialogkan. Jangan kita kritik, kemudian kita dicoret dari daftar teman," kritik Ratna. (tribunnews/taufik ismail)