TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Puluhan warga Pasar Ikan yang terdampak penggusuran, Senin (11/4/2016) lalu, masih bertahan dengan tinggal di perahu.
Mereka mengaku terpaksa tinggal di sana karena tidak memiliki tempat tinggal lain.
Mereka enggan tinggal di rusun yang ditawarkan Pemprov DKI Jakarta karena merasa tinggal di Pasar Ikan lebih nyaman.
"Lagian lebih nyaman (tinggal) di perahu daripada di rusun, ini kan saudara semua di sini. Jadi enggak pada misah," ujar Syarifudin (22), salah satu warga yang tinggal di perahu, Jumat (15/4/2016).
Syarifudin tinggal bersama enam keluarganya di perahu milik mereka. Karena perahunya digunakan sebagai tempat tinggal, keluarga Syarifudin tak lagi melaut.
"Ini mata pencahariannya dipakai tempat tinggal, jadi enggak kerja. Kami kan nelayan," kata Syarifudin.
Selain keluarga Syarifudin, ada puluhan warga lainnya yang tinggal di perahu. Bahkan, ada satu perahu yang ditempati sejumlah kepala keluarga (KK).
"Di sini ada 3 KK, tetapi karena semalem hujan, di sini 5 KK, dempet-dempetan," kata warga lainnya, Lastri.
Karena hujan, Lastri mengaku kedinginan di perahu. Namun, mereka tidak bisa berbuat apa-apa.
"Dingin, anak saya paling saya selimuti sarung, handuk," sebut Lastri.
Menurut Lastri, perahu yang ditempatinya adalah milik orang lain yang tinggal di Kemayoran. Orang tersebut meminjamkan perahunya untuk warga Pasar Ikan yang terdampak penggusuran.
"Ini kita numpang di sini sampai yang punya perahu bela-belain enggak kerja. Yang punya orang Kemayoran, baik hati," tutur Lastri.
Lastri, Syarifudin, dan warga lainnya tidak ingin tinggal di rusun. Sebab, menurut mereka, lokasi rusun jauh dari tempat mereka bekerja.
"Suami saya kuli pelabuhan, kuli panggul. Kalau yang punya kendaraan sih enak," kata Lastri.
Karena tinggal di perahu, mereka harus mengeluarkan uang untuk mandi dan mencuci di MCK Luar Batang.
"Kita kalau mandi Rp 3.000. Makanya kita mandi sekali saja sehari," kata warga lainnya, Jumiati. (Nursita Sari)