TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok sebut pihaknya mempunyai dasar hukum untuk 'palak' pengembang reklamasi.
Ahok melakukan perjanjian dengan empat pengembang reklamasi, yaitu PT Agung Podomoro Land, PT Pembangunan Jaya Ancol, PT Jakarta Properti Indonesia dan PT Intiland.
Perjanjian sebagai bentuk persetujuan perusahaan atas kerjasama dengan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
Dalam perjanjian itu, tercantum tambahan kontribusi pengembang, yaitu 15 persen dikali nilai jual objek dan lahan yang dijual.
Ahok menilai rumusan yang didapatnya dari konsultan Pemprov DKI sudah ideal.
Perjanjian sebagai bentuk pengawasan eksekutif, bila pengembang tak memenuhi tambahan kontribusi sebesar 15 persen tersebut.
"Kalau dia tidak kerjain gimana? Makanya, lu (pengembang) kerjain dulu (15 persen) baru gue kasih izin," kata Ahok di Balai Kota, Jakarta Pusat, Kamis (12/5/2016).
Hal itu sekaligus membantah dugaan barter antara pengembang reklamasi dengan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang tengah mencuat belakangan ini.
Hak Diskresi Pemerintah
Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) terkait reklamasi tak kunjung disahkan. Karenanya Ahok dalam perjanjian kerjasama dengan empat pengembang menggunakan hak diskresi.
Dia menjelaskan terdapat Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 Tentang Administrasi Pemerintahan.
Pada Pasal 22 Hak Diskresi tertulis, pejabat pemerintahan yang berwenang dapat menggunakan Hak Diskresinya untuk mengisi kekosongan hukum.
Ahok mengatakan izin reklamasi perlu dilanjutkan, pasalnya terdapat puluhan ribu pekerja bergantung nasib dengan reklamasi.
Jika tidak disambung perizinannya, perekonomian di Jakarta terancam macet.
"Berapa puluh ribu orang tidak kerja. Ekonomi macet. Tapi kalau Anda sambung tidak ada Perda gimana? Makanya kita buat perjanjian," kata mantan Bupati Belitung Timur tersebut.
Hak diskresi ini sekaligus menjawab pertanyan dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), yakni mengenai dasar aturan dari rumusan 15 persen dan 'palak' pengembang.
"Saya sudah serahkan pada KPK. Itu ada perjanjian antara kami (Pemprov DKI dan pengembang)," kata dia.