TRIBUNNEWS.COM - Usulan Majelis Ulama Indonesia (MUI) terkait jenis hukuman yang tepat bagi pembunuh sadis Eno Parihah (19) didukung netizen, Jumat (20/5/2016).
Pembunuhan sadis pada Eno mengundang perhatian publik apalagi pembunuhan dilakukan sangat sadis.
Korban (maaf) harus tewas dengan kondisi gagang pacul yang masuk ke dalam tubuh melalui kemaluan korban.
Wakil Ketua Komisi Hukum MUI, Ikhsan Abdullah, mengatakan aturan yang ada terbukti kurang memberikan efek jera kepada pelaku.
Mengenai pemberian sanksi berupa kebiri yang aturannya akan dikeluarkan, Ikhsan mengatakan hukuman tersebut kurang bisa memberikan efek jera.
Ikhsan mengatakan pelaku kejahatan seksual harus dihukum mati.
"Apa treatment-nya (penanganannya)? Ya hukuman mati," kata Ikhsan kepada wartawan di kantor MUI, Jakarta Pusat, Kamis (19/5/2016) kemarin.
Hukuman tersebut menurutnya juga pantas dijatuhkan kepada pelaku pembunuhan sadis, terhadap Eno Parihah (18).
Para pelaku, termasuk pacar korban yang ikut melakukan pembunuhan sadis itu, Rahmat Alin (16), layak dijatuhi hukuman mati.
Status dibawah umur para pelaku, kata Ikhsan, bukanlah alasan agar pelajar SMP itu diberikan keringanan hukuman.
Pasalnya apa yang dilakukan Rahmat dan rekan-rekannya adalah kejahatan yang sangat sadis, yang melebihi sifat binatang.
"Jangan dilihat anak itu umurnya, tapi perlakuan anak itu sudah melebihi binatang," terangnya.
MUI akan menggelar rapat untuk membahas fatwa terkait kejahatan seksual.
MUI berharap fatwa tersebut nantinya dapat menjadi dorongan untuk pemerintah, agar mengeluarkan aturan dengan sanksi yang lebih berat.