TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengurus Teman Ahok mengaku hanya bisa mengggelengkan kepala dan tersenyum mendengar pengakuan lima mantan relawannya mengenai manipulasi data dan cara kerja Teman Ahok dalam mengumpulkan KTP dukungan bagi Basuki Tjahaja Purnama.
Bagaimana tidak, menurut salah satu pendirinya, singgih Widyastono semua data tudingan yang diungkapkan tidak akurat.
Wajar saja menurutnya, untuk tataran relawan penanggungjawab posko, tidak akan mengetahui rinci struktur, dana, serta jumlah posko Teman Ahok.
"Kita tadi hanya geleng-geleng kepala saja mendengarnya," kata Singgih di Markas Teman Ahok, Pejaten, Jakarta Selatan, Rabu (22/6/2016).
Sebelumnya lima mantan Relawan Teman Ahok pada pagi tadi mengaku terdapat manipulasi data dukungan pada satu juta jumlah KTP yang telah berhasil dikumpulkan.
Selain itu mereka juga mengungkapkan biaya dalam mengumpulkan KTP berikut bayaran yang diterima.
Juru bicara Teman Ahok, Amalia Ayuningtyas mengatakan sejumlah data yang tidak akurat tersebut yakni jumlah posko yang menurutnya berjumlah 153. Padahal jumlah posko fluktuatif dan tidak tetap.
"Jumlah posko fluktuatif, pernah mencapai 171 tapi sekarang kita cuma punya posko tak sampai 90 posko," kata Amalia.
Selain itu mengenai gaji relawan, Amalia membantah jika Teman ahok menggaji relawannya hingga mencapai Rp 10 juta per bulan. uang yang diberikan hanya Rp 500 ribu per minggu.
"Kita bilangnya bukan gaji tapi biaya operasional untuk transport, telepon, betul Rp 2 juta per bulan. Tapi kita berikan sistem rapel Rp 500 ribu per minggu per posko, bukan per orang, dengan target 140 KTP per minggu," paparnya.
Terkahir mengenai nominal yang didapat oleh relawan teman Ahok dalam penjualan koran. Tidak ada aliran dana dalam proses pencetakan sampai distribusi Koran Teman Ahok tersebut.
"Satu koran harganya Rp 840, bukan Rp 1.600 seperti yang mereka sebutkan. Kemudian pengadaan koran murni sumbangan donatur, kita tidak terlibat," ungkapnya.