TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua Fraksi NasDem DPR RI, Johnny G Plate meminta agar "Teman Ahok" melakukan penyaringan dalam merekrut orang-orang untuk ditarik menjadi anggota agar tak disusupi kader partai politik tertentu.
Terlebih jika kader yang "menyusup" tersebut bukan berasal dari partai politik pendukung bakal calon Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok. Jika tidak, maka akan bertentangan dengan partainya sendiri.
"Terkait masalah Teman Ahok, kami minta ada filtrasi yang ditanamkan atau dipasang. Jangan ada politik bumi hangus," ujar Johnny di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (23/6/2016).
Teman Ahok, kata Johnny, secara internal juga harus mulai melakukan sortir mana saja dukungan yang asli dan yang beli.
"Teman Ahok itu mengumpulkan KTP bukan pergi minta dari Dinas Kependudukan atau beli," ujar anggota Komisi XI DPR itu.
Sebelumnya, mantan penanggung jawab (PJ) pengumpul KTP "Teman Ahok", Paulus Romindo, mengungkap adanya praktik kecurangan di balik pengumpulan KTP dukungan bagi Ahok. KTP itu diperlukan Ahok sebagai syarat untuk maju melalui jalur independen.
Menurut Paulus, ada upaya untuk mengumpulkan KTP yang sama dua kali. Sehingga, terjadi praktik KTP ganda.
Selain mengungkap praktik kecurangan, Paulus juga menyebut adanya fee yang diterima para relawan. Untuk level PJ, dirinya dibayar Rp 500.000 apabila mampu mengumpulkan 140 KTP setiap minggunya.
Besaran fee itu disepakati di dalam surat kuasa perjanjian sebelumnya.
"Kami yang bahasanya gratis, kami dibayar. Sistem pembayarannya kami eks-Teman Ahok ini ditarget 140 KTP per minggu dan menyetor ke pusat mendapat Rp 500.000 per minggu," kata Paulus, Rabu (22/6/2016).
Nominal ditambah Rp 500.000 pada minggu keempat. Uang tersebut dianggap sebagai pengganti pulsa.
"Artinya satu bulan kita dapat Rp 2,5 juta," kata Paulus.
Sementara itu, Paulus juga mengungkapkan ada perbedaan nominal gaji untuk koordinator posko (korpos), atau atasannya. Korpos membawahi lima hingga sepuluh PJ.
"Honornya kalau kami memenuhi target. Setiap bulan dapat Rp 500.000. Kalau mereka megang lima sampai 10 PJ, yakni Rp 2,5 juta sampai Rp 10 juta per bulan," kata Paulus.
Menurut Paulus, ia merasa bekerja di bawah perusahaan. Pasalnya, ada kontrak, honor dan target yang diberlakukan.
Teman Ahok telah merespons dengan membantah semua tudingan mantan anggotanya itu. Dalam penjelasaannya, Teman Ahok menilai kelima mantan PJ pengumpul KTP itu hanya barisan orang yang sakit hati.
Diketahui bahwa kelima mantan relawan itu telah dipecat karena ketahuan berbuat curang saat pengumpulan KTP.
Menanggapi tudingan Rp 12 miliar, Teman Ahok menyebut penjelasan kelima orang tersebut tidak berdasar dan hanya sebuah karangan.
Penulis : Nabilla Tashandra