News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Kasus Kematian Bocah Marvel, Saksi Ahli Pertanyakan Rekam Medis Rumah Sakit

Penulis: Wahyu Aji
Editor: Hasiolan Eko P Gultom
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Direktur Reskrimum Polda Metro Jaya Kombes Krishna Murti berbicara kepada wartawan saat rilis kasus penganiaya balita berumur 2 tahun 7 bulan, Marvelio Benedict, diperlihatkan saat rilis di Direskrimum Polda Metro Jaya, Jakarta, Sabtu (27/2/2016). Reskrimum Polda Metro Jaya menangkap Riyanti tersangka penganiaya Marvelio hingga tewas dan diancam dengan pasal berlapis baik Undang-undang KUHP maupun Undang-undang Perlindungan Anak. TRIBUNNEWS/HERUDIN

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Wahyu Aji

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Pengadilan Negeri Tangerang Banten, kembali menggelar sidang dengan kasus meninggalnya Marvel (2 tahun 7 bulan), yang diduga menjadi korban penganiyaan oleh Riyanti (27).

Dalam sidang hari ini, dokter forensik dari Fakultas Kedokteran Universitas Yarsi Ferryal Basbeth dihadirkan menjadi saksi ahli. Dirinya mempertanyakan rekam medis tim dokter.

"Seharusnya rumah sakit harus memberikan rekam medis tersebut agar diketahui perkembangan pasien dan info kepada keluarga," kata Ferryal.

Menurutnya, rekam medis penting untuk melihat kronologis dan menentukan penyebab kematian pasien maupun korban tindak kekerasan.

Dalam kematian seseorang katanya, ditentukan tim dokter namun saat alat bantu kehidupan seperti tabung oksigen, infus atau asupan makanan harus tetap dipasang pada tubuh korban.

Hal ini sesuai Peraturan Menteria Kesehatan Nomor 37 Tahun 2014 tentang penentuan kematian oleh tim dokter.

Ferryal menyebutkan, terkait kejadian yang menimpa Marvel, hal itu harus dipastikan apakah tim dokter yang menawarkan atau keluarga yang meminta cabut alat bantu tersebut.

Menurutnya, rekam medis untuk menunjukkan apakah dokter menangani korban sesuai prosedur atau terjadi pelanggaran hukum dengan mencabut alat bantu itu.

Sementara itu, pengacara terdakwa Riyanti, Didit Wijayanto menjelaskan orangtua korban Marvel bersaksi mencabut seluruh alat bantu.

"Dua jam kemudian korban (Marvel) meninggal," kata Didit.

Sejak awal, Didit mencurigai dakwaan jaksa penuntut umum terhadap Riyanti tidak benar karena pihak keluarga korban yang meminta mencabut alat bantu pada tubuh Marvel.

Didit juga meragukan alat bukti kematian Marvel berupa visum atau otopsi yang tidak mampu menunjukkan pelaku penganiayaan terhadap korban.

Pengacara terdakwa mencontohkan jika kepala Marvel dibenturkan beberapa kali maka akan terdapat pendarahan pada retina mata.

"Hasil visum tidak ada pendarahan pada retina," katanya.

Sebelumnya, Riyanti ditangkap petugas kepolisian lantaran diduga menganiaya hingga menewaskan seorang bocah yang merupakan putra kekasihnya Ray di kawasan Bintaro Tangerang Selatan Banten pada Jumat (26/2/2016).

Polisi menduga Riyanti menganiaya Marvel hingga kritis dan menjalani perawatan selama delapan hari namun akhirnya meninggal dunia di rumah sakit.

Penyidik juga telah melakukan otopsi jasad Marvel yang telah dimakamkan guna memastikan penyebab kematian korban.

Hasil autopsi menunjukkan korban tewas akibat benturan pada bagian kepala dan keretakan batang tengkorak kepala bagian belakang.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini