Penelusuran
Hingga kemarin, Dinas Pemakaman dan Pertamanan (Distaman) DKI Jakarta terus melakukan penelusuran masalah makam fiktif. Bahkan, hingga kemarin telah ditemukan makam fiktif sebanyak lebih dari 200 makam.
Kepala Distaman DKI, Djafar Muchlisin, menyatakan bahwa pihaknya kini terus melakukan penelusuran makam fiktif tersebut. Seluruh Tempat Pemakaman Umum (TPU) di lima wilayah kota, menjadi sasarannya.
"Sebelumnya, kami temukan 80 makam fiktif. Lalu, hari ini kami temukan lagi sebanyak 160 makam fiktif. Itu baru di Tegal Alur (Kalideres, Jakarta Barat), belum di wilayah lain, bisa lebih dari 200 makam," kata Djafar ketika dihubungi Warta Kota, Senin (25/7).
Oknum PNS
Praktik pembelian makam palsu pernah terjadi di TPU (Tempat Pemakaman Umum) Pondok Rangon, Cipayung, Jakarta Timur. Hal itu diungkapkan salah satu petugas makam, Minar (51), yang mengatakan kejadian tersebut pernah terjadi pada tahun 2013.
Minar menjelaskan, warga yang membeli makam palsu tersebut adalah seseorang berinisial BS. Proses tersebut bisa terjadi dengan cara melibatkan seorang mantan PNS DKI berinisial S yang dulu mengurus TPU Pondok Rangon. "Itu (belinya) sejak tahun 2013 sama Pak S. Pak S ini PNS di sini, tapi sudah meninggal," kata Minar, Senin (25/7).
Untuk membeli dua unit makam di bagian depan TPU Pondok Rangon, BS harus mengeluarkan dana senilai Rp 7,5 juta. Hanya saja Minar mengaku tidak mengetahui proses pembayaran yang dilakukan BS dan siapa-siapa yang terlibat dalam pelanggaran prosedur itu. "Kerjaan saya kan bukan ngawasi orang, tapi ngurusin makam," ujarnya.
Kepala Suku Dinas Pertamanan dan Pemakaman Jakarta Timur Christian Tamora Hutagalung mengakui untuk menelusuri jejak oknum yang membuat makam fiktif cukup sulit. Pasalnya, para pekerja lepas beralasan tidak tahu apa-apa. "Praktik ilegal seperti itu tentunya menguntungkan oknum pengurus dan perawat makam. Namun kita cukup kesulitan mengungkap siapa-siapa saja sehingga belum ada yang diberi sanksi. Jadi sekarang yang penting kalau ditemukan makam fiktif, bongkar saja," ujarnya.
Beli Rp 3,5 Juta
Diduga lantaran banyak makam fiktif sehingga ketersediaan lahan makam terbatas, Darwis Panjaitan (39), warga Kota Bumi, Tangerang terpaksa harus merogoh kocek Rp 3,5 juta ketika akan memakamkan anaknya Aditya Panjaitan (5) di TPU Tegal Alur, Jakarta Barat. "Saya sudah telanjur kalut, sudah bingung dan rela saja bayar Rp 3,5 juta untuk mengubur anak saya di sini," ujar Darwis saat ditemui Warta Kota di TPU Tegal Alur, Kalideres, Jakarta Barat pada Senin (25/7).
Ia mengatakan proses transaksi tidak melalui pemesanan online, melainkan langsung datang dan mengurus segalanya di TPU Tegal Alur. "Saya enggak ngerti online, yang penting anak saya dapat lahan untuk dimakamkan," ucapnya.
Setelah mendapat lahan dan membayar Rp. 3,5 juta, Darwis juga mengeluarkan uang lagi sebagai biaya retribusi Rp. 100.000 dibayarkannya melalui Kantor Kelurahan Tegal Alur, Kecamatan Kalideres, Jakarta Barat. "Uang Rp. 100.000 itu untuk bayar kontrak lahan makam ini selama tiga tahun," katanya.
Sementara itu Petugas Keamanan TPU Tegal Alur, M. Zaini menjelaskan bahwa biaya pemakaman gratis. Warga hanya diwajibkan membayar Rp. 100.000 sebagai uang retribusi selama tiga tahun sekali. "Ngubur di sini tanpa dipungut biaya, mungkin kalau ada yang sampai mengeluarkan uang Rp. 3 juta untuk ngubur itu paketan dari yayasannya," ungkap Zaini. (jhs/dik/bas/suf/Kompas.com)