TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok menceritakan alasan keputusannya memilih jalur partai politik dalam Pemilihan Kepala Daerah DKI Jakarta 2017.
Ahok menghadiri acara Young on Top National Conference 2016 yang diselenggarakan di Kartini Expo, Balai Kartini, Gatot Subroto, Jakarta Selatan, Sabtu (13/8/2016).
Pada sesi tanya jawab, seorang peserta menanyakan alasan Ahok memilih jalur partai politik ketimbang independen pada Pilkada DKI.
"Kenapa pilih partai daripada Teman Ahok (Independen)," begitu tanya satu di antara sepuluh peserta yang mendapat kesempatan melontarkan pertanyaan.
Ahok menjelaskan bahwa dirinya bukanlah anti partai politik.
Bahkan dia menegaskan kalau dia merupakan orang partai politik.
Awalnya, dia memilih jalur independen karena tidak ada partai politik yang mengusungnya.
"Konstitusi mengatakan, kalau partai politik menyandera Anda, Anda bisa milih perorangan," ucap Ahok kepada ratusan peserta yang hadir.
Ahok yang mengenakan kemeja kotak-kotak biru itu bercerita, begitu Kartu Tanda Penduduk mulai banyak terkumpul, partai politik mulai berminat untuk mendukungnya tanpa syarat.
"Ketika perorangan jalan, ada tiga partai yang mendukung. Saya tanya, 'kenapa Anda mendukung?', mereka (parpol) jawab, kami takut terjadi deparpolisasi. 'Seandainya kami semua melawan Anda, dan Anda menang, di situ deparpolisasi. Orang tidak percaya kepada parpol," ujarnya.
Menurut Ahok, itu berbahaya. Pasalnya, partai politik merupakan salah satu pilar dari demokrasi.
Dia mengibaratkan, salah satu pilar dari gedung di Balai Kartini roboh.
Maka akan berbahaya untuk keselamatan orang yang berada di dalamnya.
"Kalau tiang tiap pilar di gedung ini dirobohkan, mati tidak kita? Nah, parpol adalah tiang demokrasi, menurut UU 45. Sekarang sudah ada tiga parpol dukung saya tanpa syarat, Anda mau tidak menghargai mereka?" ucap Ahok.
Karenanya dia memutuskan maju melalui jalur partai politik pada Pilkada.
Dengan mensinergikan antara tiga partai politik pengusungnya, yakni Nasdem, Hanura, dan Golkar bersama relawan Teman Ahok yang sebelumnya telah mengumpulkan satu juta KTP warga Jakarta, sebagai tiket maju melalui jalur perseorangan.