TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Adardam Achyar, penasihat hukum terdakwa mantan Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land (APL), Ariesman Widjaja menyebutkan, kliennya tidak mungkin mampu mempengaruhi seluruh anggota DPRD DKI Jakarta terkait pembahasan Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis (RTRKS) Pantai Utara Jakarta, khususnya terkait klausul kontribusi tambahan.
Menurutnya, pemberian uang kepada anggota DPRD DKI Jakarta itu murni berkaitan dengan bantuan Ariesman kepada mantan anggota DPRD DKI Jakarta Mohamad Sanusi sebagai bakal calon (balon) Gubernur DKI Jakarta.
"Pak Ariesman memberikan uang ke Sanusi sebesar Rp 2 miliar murni bantuan untuk pencalonan balon gubernur DKI Jakarta," kata Adardam saat membaca pembelaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin (22/8/2016).
Adardam mengatakan dengan uang sebesar Rp 2 miliar, tidak mungkin bagi pak Ariesman untuk bisa mempengaruhi 106 anggota dewan.
Sehingga dikaitkannya pemberian dana ke Sanusi dengan proses pembahasan Raperda RTRKS Pantai Utara Jakarta tidak tepat.
Untuk itu pihaknya meminta majelis hakim untuk membebaskan Ariesman dari segala tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU).
"Karena tidak ada bukti atau fakta persidangan yang menyatakan bahwa uang Rp 2 miliar ke Sanusi itu untuk pembahasan Raperda RTRKS, sudah sewajarnya majelis hakim membebaskan pak Ariesman. Ini hanyalah bantuan seorang teman yang dilakukan disaat yang tidak tepat. Itu apesnya pak Ariesman," ujarnya.
Dalam persidangan sebelumnya, Sanusi mengaku meminta bantuan dana kepada Ariesman untuk maju sebagai balon gubernur Jakarta. Sanusi mengatakan, hal itu dilakukan karena sudah mengenal lama Ariesman.
"Saya berteman dengan Pak Ariesman sudah sejak 2004, sudah lama sekali. Ketika mau maju jadi bakal calon (balon) gubernur Jakarta saya beranikan untuk minta bantuan itu," kata Sanusi saat bersaksi untuk Ariesman.
Hal tersebut diperkuat fakta bahwa pada 18 Maret 2016, Agung Podomoro telah menandatangani kesepakatan dengan Pemprov DKI Jakarta terkait kontribusi tambahan. Beleid ini tertuang dalam ijin pelaksanaan reklamasi pulau G yang diterbitkan Gubernur DKI Jakarta kepada PT Muara Wisesa Samudra, anak perusahaan APL.
Gubernur Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, saat bersaksi di sidang Ariesman tegas mengatakan bahwa APL merupakan pengembang yang paling kooperatif. Karena itu Ahok tak percaya Ariesman melakukan suap untuk membatalkan besaran kontribusi tambahan.
Menurut Ahok, adanya klausul kontribusi tambahan akan memberikan kontribusi kepada pendapatan daerah DKI Jakarta hingga sebesar Rp 48 triliun.
"Masa DPRD mau menghapus potensi pendapatan daerah sebesar itu hanya dengan uang Rp 2 miliar. Rasanya kok tidak nyambung," katanya.
Adardam menambahkan, jika memang ada pembicaraan antara kliennya, Ariesman, dengan Sanusi mengenai Raperda RTRKS Pantura Jakarta, hal itu juga wajar.
Pasalnya pengembang sebagai stakeholder punya hak untuk memberikan masukan kepada DPRD, dimana hal itu juga diatur dalam undang-undang. Namun keputusan tetap berada ditangan DPRD dan Pemerintah Daerah.
Sementara itu, Trinanda Prihantoro, staf Ariesman yang juga menjadi terdakwa, dalam pembelaan yang dibacakan tim kuasa hukumnya di persidangan hari ini, Senin (22/8/2016), menjelaskan bahwa uang Rp 2 miliar yang diberikan Ariesman kepada Mohamad Sanusi untuk membantu pencalonannya sebagai bakal calon gubernur DKI Jakarta, berasal dari dana pribadi Ariesman.
“Perlu ditegaskan bahwa uang "ang diberikan Bapak Ariesman kepada Pak Sanusi itu dari dana pribadi pak Ariesman, bukan dari dana perusahaan PT Agung Podomoro Land Tbk. Pak Ariesman dan Pak Sanusi sudah berteman lama dan Pak Ariesman ingin membantu sahabatnya," katanya.
Adardam mengaku yakin majelis hakim akan mengambil keputusan terbaik.
"Fakta bahwa ada pemberian uang kepada Sanusi memang ada. Tetapi bahwa uang itu untuk memengaruhi materi Raperda, itu yang buktinya tidak pernah ada selama persidangan berlangsung," katanya.