TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Setelah diduga menjadi korban pencabulan, PAR (17), dikucilkan di sekolah.
Dia bersekolah di salah satu SMK yang berada di wilayah Jakarta Pusat.
Ini berdasarkan pengamatan dari pendampingan yang telah dilakukan oleh pihak Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA).
"Di sekolah dia merasa terkucilkan," ujar Ketua Komnas PA, Arist Merdeka Sirait, kepada wartawan,
Rabu (24/8/2016).
Menurut dia, PAR telah menjalani tes psikologis. Hasil psikologis memperlihatkan kondisi kejiwaan korban dugaan pencabulan itu sudah baik.
Namun, rasa malu terus hantui hari-hari PAR ketika menjajaki kaki di sekolah.
"Secara psikologis masih terganggu," katanya.
Insiden pencabulan itu berawal saat korban, PAR, sedang bermain handphone di lantai 6 Kantor Walikota Jakarta Pusat, pada Rabu (3/8/2016) sekitar pukul 12.00 WIB.
Saat korban sedang bermain handphone tiba-tiba saksi Y memegang kedua tangan korban dan saksi H.
Mereka langsung membekap mulut korban sehingga korban tidak sadarkan diri.
Kemudian korban dibawa ke ruangan kosong dan diruangan kosong itu sudah ada terlapor AA.
Berselang 30 menit kemudian, korban bangun dalam keadaan telanjang dan merasakan sakit di bagian alat vital korban.
Setelah perbuatan itu, PAR melaporkan kepada orang tuanya, Partini. Laporan tercantum di LP No : 1076/K/VIII/2016/RJP, 03 Agustus 2016.