TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Guru Besar Psikologi Universitas Indonesia (UI) Sarlito Wirawan Sarwono menganalisa gerakan Jessica Kumala Wongso selama berada di Cafe Olivier, Grand Indonesia, Rabu (6/1/2016).
Saat kawan dekatnya Wayan Mirna Salihin tewas diduga karena meminum racun sianida dari es kopi yang dipesan Jessica.
Sarlito menilai gerak-gerik Jessica menaruh tiga paper bag di meja nomor 54 Cafe Olivier saat bertemu Wayan Mirna Salihin patut dipertanyakan.
Jessica seperti mau melindungi untuk berbuat sesuatu.
"Ketika menaruh paperbag di meja, seperti menaruh benteng terhadap apa yang hendak dilakukan. Ditaruh di situ dengan berjejer menutupi hal yang dilakukan terhadap kopi," ujar Sarlito di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis (1/9/2016).
Dia menyimpulkan, apa yang Jessica lakukan itu supaya orang tak bisa melihat yang sedang dilakukan di belakang paper bag itu.
Selain melihat upaya Jessica untuk melindungi berbuat sesuatu, dia juga menilai sikap Jessica tak langsung membantu Mirna saat dia kejang-kejang seusai minum es Kopi Vietnam.
Lazimnya, kata Sarlito, saat melihat teman sakit ringan, seperti batuk-batuk atau sesak napas, seseorang merespon dan menolong teman.
Hal itu tidak tampak di diri Jessica.
"Sepanjang saya lihat malah menjauh sebentar dari tempat duduk, melihat sampai orang datang menolong Mirna, dan menolong ketika diminta. Dia menjauh dari objek, tetapi tertegun sebentar. Baru setelah ada reaksi, dia ikut (menolong,-red)," kata dia.
Sarlito menganalogikan dengan satu kasus pembunuhan.
Dia menjelaskan seorang istri dibunuh suami.
Suami menghindar terlebih dahulu baru mendekat.
Saat mendekat, suami turut membantu polisi mencari pelaku.
Di kasus kematian Mirna, Jessica juga tampak menjauh beberapa meter dari posisi Mirna, namun tidak bisa menghindar terlalu jauh hingga ke luar kafe.
"Tidak bisa menjauh karena keterbatasan lokasi," tambahnya.