Laporan Wartawan Tribunnews.com, Wahyu Aji
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok mengaku pernah satu kali bertemu dengan beberapa pengusaha pengembang reklamasi.
Dalam pertemuan yang dilangsungkan di Pantai Mutiara Sport Club, Jakarta Utara, Ahok mengatakan tidak ada keluhan soal tambahan kontribusi 15 persen kali NJPO dari total lahan yang dapat dijual.
Diketahui, tambahan kontribusi 15 persen itu dibebankan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta kepada pihak pengembang yang memegang izin prinsip dan izin pelaksanaan reklamasi pulau.
"Tanggal 14 Febuari pertemuan itu. Bicara soal urusan kerjaan pengusaha di depan saya ngga pernah ngeluh, di depan saya, ya-ya semua. Kalau tiba-tiba beginikan sama aja mau nusuk saya dari belakang. Ini asumsi saya," kata Ahok saat bersaksi dalam sidang lanjutan dengan terdakwa Mohamad Sanusi di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Raya, Kemayoran, Jakarta Pusat, Senin (5/9/2016).
Ahok mengaku kenal baik dengan mantan Presiden Direktur Agung Podomoro Land Ariesman Widjaja dan juga bos Agung Sedayu Group Sugianto kusuma alias Aguan.
"Saya kenal baik, sering bertemu , tapi mereka ngga pernah bilang. Kalau Pak Ariesman dan Pak Aguan satu komplek tinggalnya dengan saya di Pantai Indah Kapuk," kata Ahok.
Seperti diketahui, dalam kasus ini Jaksa KPK mendakwa Sanusi menerima suap Rp 2 miliar dari Ariesman Widjaja melalui asisten Ariesman, Trinanda Prihantoro.
Diduga suap Rp 2 miliar itu ditujukan dengan maksud, Sanusi selaku anggota DPRD DKI dan Ketua Komisi D DPRD DKI 2014-2019 dapat membantu percepatan pembahasan dan pengesahan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta (RTRKSP).
Suap juga dimaksudkan agar Sanusi mengakomodir pasal-pasal sesuai keinginan Ariesman selaku Presdir PT APL dan Direktur Utama PT Muara Wisesa Samudra (MSW).
Tujuannya, agar PT MSW mempunyai legalitas untuk melaksanakan pembangunan di Pulau G kawasan Reklamasi Pantura Jakarta.
Atas perbuatan itu, Sanusi yang juga adik kandung Wakil Ketua DPRD DKI Mohamad Taufik tersebut didakwa melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.
Selain itu, Jaksa juga mendakwa Sanusi dengan pencucian uang. Sanusi didakwa melakukan pencucian uang dengan membelanjakan atau membayarkan uang senilai Rp 45.287.833.733 (Rp 45 miliar lebih) untuk pembelian aset berupa tanah dan bangunan serta kendaraan bermotor.
Tak cuma itu, Sanusi juga menyimpan uang US$ 10 ribu dalam brankas di lantai 1 rumahnya di Jalan Saidi I Nomor 23, Kelurahan Cipete Utara, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.
Uang senilai Rp 45 miliar lebih itu didapat Sanusi dari para rekanan Dinas Tata Air Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang merupakan mitra kerja Komisi D DPRD DKI.
Para rekanan Dinas Tata Air Pemprov DKI itu dimintai uang Sanusi terkait pelaksanaan proyek pekerjaan antara tahun 2012 sampai 2015.
Atas perbuatannya, Jaksa mendakwa Sanusi dengan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (UU TPPU) juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.