TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Hasil survei Poltracking yang mengatakan Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini (Risma) sebagai pesaing terkuat petahana Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) menjadi pertimbangan PDIP memutuskan Calon yang akan diusung dalam Pilkada DKI 2017.
Hasil survei tersebut merupakan gambaran terhadap dinamika politik pilkada DKI Jakarta.
Bahkan menurut Pengamat Politik Formappi Sebastian Salang, hasil survei tersebut membantu partai politik dalam membuat keputusan siapa calon penantang Ahok yang sepadan.
Bukan itu saja, akan disaksikan bersama-sama, apakah PDIP akan lebih memilih Ahok atau Risma untuk diusung dalam Pilkada DKI 2017.
"Kita akan meliat beberapa hari kedepan, apakah PDIP mengusung Ahok atau Risma. Begitu juga partai lain yang belum punya calon," ujarnya kepada Tribunnews.com, Sabtu (17/9/2016).
Hasil survei tersebut menunjukan elektabilitas Risma sangat tinggi bahkan menyalib Ahok, jika diduetkan dengan Sandiaga Uno atau Anies Baswedan.
Meski hasil survei ini bukan satu satunya petunjuk tetapi menjadi rujukan penting dalam politik.
Karena itu, mari dinantikan bersama, "apakah Risma dicalonkan untuk bertarung di Jakarta atau tidak?"
"Kalau Risma dan Ahok yang bertarung, masyarakat Jakarta akan diuntungkan, karena siapapun yang menang Jakarta tetap mendapat pemimpin yang baik. Sebab keduanya sudah terbukti memiliki kinerja yang bagus," tegasnya.
Karenanya, jika Ahok bertarung dengan Risma, dia yakin maka persaingan pilkada Jakarta akan sangat ketat dan menarik.
Direktur Eksekutif Poltracking Indonesia Hanta Yudha menjelaskan, elektabilitas calon petahana menunjukkan angka 40,77 persen. Sementara itu, untuk Risma, angka yang tampil hanya 13,85 persen.
Dalam survei itu, Poltracking membuat simulasi pasangan calon kepala daerah yang akan maju pada Pilkada DKI.
Ketika Ahok berpasangan dengan Djarot Syaiful Hidayat, elektabilitasnya lebih tinggi dibandingkan Yusril Ihza Mahendra-Sandiaga Uno. Persentase perbandingan menunjukkan angka 44,62 persen berbanding 35,38 persen.
Begitu pula saat Ahok-Djarot disimulasikan melawan Sandiaga-Saefullah; Ahok-Djarot meraih dukungan 41,54 persen, sedangkan Sandiaga-Saefullah hanya meraih 27,18 persen.
Namun, ketika Ahok dipasangkan dengan Heru Budi Hartono (sebelumnya ditulis Ahok-Djarot) dan kemudian disimulasikan melawan Risma-Sandiaga, sepasang calon petahana itu harus siap mengakui kekalahan.
Elektabilitas mereka tertahan di 36,92 persen, sementara pesaingnya unggul di 38,21 persen.
“Ini berarti, jika sosok Risma maju, maka ia akan menjadi lawan berat bagi petahana,” ujarnya.
Hasil serupa juga diperlihatkan ketika simulasi pasangan calon berubah.
Saat Risma dipasangkan dengan Anies Baswedan, mereka tetap unggul dengan perolehan 37,95 persen, jika melawan Ahok-Heru Budi Hartono (35,64 persen).
Survei yang dilakukan Poltracking menggunakan metode multistage random sampling terhadap 400 responden.
Tingkat margin of error sebesar 4,59 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen.