News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Ahok Bantu Orang Tua Bayi Baru Lahir yang Tak Bisa Keluar Rumah Sakit Karena Tak Punya Uang

Penulis: Dennis Destryawan
Editor: Hasanudin Aco
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi.

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Bayi pasangan Bob Benny Nikijuluw (31) dan Imelda Natalia Itayanti (30) akhirnya diperkenankan keluar dari Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), Jakarta Pusat.

Bayi Imelda-Bob bisa keluar setelah mendapat arahan dari tim pengaduan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.

Bob menerangkan pihaknya sudah mendapat bantuan dan arahan dari Badan Amil Zakat Infaq dan Shadaqah (Bazis) DKI Jakarta dan Wali Kota Jakarta Timur Bambang Musyawardana.

"Kita disuruh datang oleh pak Nael (tim pengaduan Ahok) ke bagian keuangan RSCM langsung diperbolehkan pulang," ujar Bob, Jumat (30/9/2016).

Bob tak menjelaskan pasti berapa dana yang dibantukan.

Bob memastikan dana tersebut sudah bisa mengeluarkan anaknya dari RSCM.

Sisanya akan dibayar melalui sistem cicilan.

"Ya, katanya sisanya menyusul tidak apa-apa setidaknya Rp100 ribu juga bisa. Kan saya belum kerja juga," ucap dia.

Sejauh ini, keadaan anak Imelda-Bob dalam keadaan sehat.

Keduanya sudah membawa pulang anak yang belum diberi nama tersebut ke rumahnya di kawasan Rawamangun, Jakarta Timur.

Diberitakan sebelumnya, Boy dan Imelda mengadu ke kantor Ahok lantaran anak kedua, yang baru sebulan dilahirkan ditahan Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta Pusat.

Pasangan suami istri, Bob Benny Nikijuluw (31) dan Imelda Natalia Itayanti (30) terlihat merenung di pendopo kantor Ahok, Balai Kota, Jakarta Pusat.

Keduanya, yang menikah sejak 2014 lalu, tengah gundah gulana karena anak yang baru mereka lahirkan, tidak bisa dibawa pulang.

Boy bercerita, anak keduanya yang baru lahir 27 Agustus 2016 itu, lahir prematur atau keluar dari rahim sebelum waktu perkembangan yang seharusnya, yakni pada Oktober 2016.

Saat detik-detik hari kelahiran, Boy panik.

Istrinya, Imelda, mengalami kontraksi.

Bergegas Boy membawa Imelda ke Rumah Sakit Rawamangun, Jakarta Timur.

Tapi, tidak diterima dengan alasan tidak memiliki alat lengkap.

Sehingga pihak RS Rawamangun merujuk ke Rumah Sakit Persahabatan.

Datang ke sana, ternyata juga menemui hambatan untuk melahirkan.

Sebab, pihak rumah sakit menyatakan, seluruh ruangan penuh.

Sehingga tak bisa menampung kelahiran anak dari Boy dan Imelda.

"Pada 27 Agustus, anak saya prematur. Saya ke Puskesmas mau menggunakan BPJS Kesehatan. Saya ke Rumah Sakit Rawamangun, tapi tidak ada ruang bayi ICU. Karena 33 minggu beresiko tinggi. Lalu, ke Rumah Sakit Persehabatan, ruang ICU penuh. Akhirnya ke RSCM," ujar Imelda di pendopo Balai Kota, Jakarta Pusat, Jumat (30/9/2016).

Lahir secara prematur, praktis menelan biaya yang tidak sedikit.

Boy membantah, membawa Imelda ke RSCM karena memilah-milih rumah sakit.

Hanya saja, dalam kondisi panik, dia berpikir cepat dan rumah sakit terdekat, sehingga anak dalam kandungan istrinya, bisa dilahirkan dengan selamat.

Sayangnya, sesudah lahir Boy dan Imelda terkejut dengan jumlah tagihan yang disodorkan pihak RSCM.

Keduanya, yang baru di PHK dari kantornya itu diminta membayar biaya rumah sakit sebesar Rp 51,8 juta.

Tagihan itu, tercatat per tanggal 26 September 2016.

Boy tambah bingung. Ternyata BPJS yang dibuat untuk anaknya itu, tidak dapat digunakan.

Dia tak mengetahui ada peraturan baru, bahwa setelah iurannya dibayar, BPJS belum bisa dipakai.

Peserta harus menunggu paling cepat 14 hari setelah pendaftaran, dan baru bisa menggunakannya.

"Saya akui, saya salah karena tidak mengikuti BPJS regulasi baru. Anak saya lahir baru bikin BPJS. Akhirnya tidak bisa digunakan. Kita tidak tahu, kalau bayi sudah memiliki jantung dalam kandungan, bisa membuat BPJS," ucap Boy.

Meski bahagia anak baru lahir, Boy dan Imelda yang baru di PHK dibuat pusing dengan tagihan rumah sakit yang membengkak.

Pihak rumah sakit meminta Boy membayar tagihan, sebelum anaknya dibawa pulang.

"Bapak bagaimana caranya datang bawa duit. Tanggal 26 September tagihannya Rp 51,8 juta. Per hari terus jalan Rp 800 ribu," ucap Boy mengulang percakapannya dengan pihak rumah sakit.

Anaknya tertahan, biaya perawatan terus berjalan, dan uang tidak ada di tangan. Imelda menangis mengingat anaknya yang tidak dalam gendongannya. Mencari jalan ke luar, Boy datang ke Balai Kota, kemarin. Untuk mendapat rekomendasi keringanan, kemudian disampaikan ke RSCM.

"Diarahkan ke bagian kesehatan, kemudian ke Dinas Sosial meminta rekomendasi untuk diserahkan ke RSCM. Tapi, pihak RSCM tetap tak mengindahkan," imbuh Boy.

Yang diinginkan Boy dan Imelda, anaknya bisa dibawa pulang, bisa menyicil tagihan kemudian. Meski telah menbawa surat rekomendasi di Dinas Sosial DKI Jakarta, pihak rumah sakit tak bergeming.

"Pihak RSCM minta Rp 10 juta. Kemarin saya ke sana lagi setelah mendapat surat rekomendasi Dinas Sosial, 'terserah bapak saja, mampunya berapa?' Saya bilang seadanya saya saja? Pihak rumah sakit bilang, 'bukan seadanya, sepantasnya'. Sepantasnya berapa? Rp 1 atau 2 juta? Eh ketawa pak, dia bilang 'tidak mungkin lah, sepantasnya'," cerita Boy.

Ditanggapi seperti itu, Boy dan Imelda ingin mengadu ke Ahok. Datang pagi ke Balai Kota sebagai warga Jakarta, Keduanya ingin ada pencerahan dari orang nomor satu di ibu kota tersebut.

"Saya berharap Pak Ahok bisa bantu. Kita ini warga DKI," tutup Boy.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini