Laporan Wartawan Tribunnews.com, Srihandriatmo Malau
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) DKI Jakarta 2017 menarik dicermati, bahkan lebih menarik dari Pilkada DKI 2007 dan 2012.
Sejumlah pengamat menilai, munculnya tiga pasang kontestan jadi satu di antara faktor.
Lalu, bagaimana kekuatan elektoral masing-masing kandidat tersebut? Berikut rangkuman sejumlah analisa dari sejumlah pengamat soal peta kekuatan masing-masing kandidat.
1. Ahok-Djarot (BACA: Modal Incumbent dan Prediksi Menang Satu Putaran)
2. Anies Baswedan-Sandiaga Uno
Munculnya Anies oleh banyak pihak dinilai makin membuat Pilkada DKI kali ini semakin menarik.
Apalagi Cagub usungan Gerindra dan PKS Ini adalah figur yang sudah relatif dikenal oleh masyarakat. Seperti diketahui ia adalah mantan calon presiden pada konvensi Partai Demokrat untuk pilpres 2014.
Ia juga pernah menjabat Menteri Pendidikan dan Kebudayaan selama dua tahun pada Kabinet Kerja Jokowi-JK. Kinerjanya sebagai menteri, dinilai tidak mengecewakan publik.
Di sisi lain, Anies juga memiliki kemampuan intelektual dan retorika yang cukup mumpuni untuk meyakinkan masyarakat.
Keikutsertaan Anies juga menjadikan Pilkada DKI Jakarta 2016, sebagai momen langka. Seperti calon lain, Anies juga bukan kader murni dari partai politik, ia bukan kader Gerindra dan PKS.
Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Siti Zuhro, menyebut fenomena ini langka kare dari tiga calon gubernur yang mendaftar tidak ada satu pun merupakan kader murni.
Bahkan ia memperkirakan besar kemungkinan pasangan Anies-Sandiaga ini akan menghambat kemenangan satu putaran bagi petahana Ahok-Djarot.
Adapun Pengamat politik, Kris Budiharjo menilai penantang Gubernur petahana Ahok ini memiliki kelebihan.
Sosok yang perlu diwaspadai pasangan Ahok-Djarot adalah Anies Baswedan dan Sandiaga Uno. Hal itu lantaran sebelumnya, Anies pernah menjadi tim sukses Jokowi-JK yang sukses menduduki kursi pemerintahan.
"Bukan tidak mungkin, jurus yang kala itu digunakan kembali dipakai untuk kemenangan Pilkada 2017," kata Kris.
Kris menjelaskan, dengan hadirnya calon gubernur yang tak terbaca itu, pilkada 2017 akan berlangsung sengit. Meski pun Ahok saat ini dijagokan karena dinilai kuat, namun hal itu tak bisa menjadi pegangannya.
"Lima tahun lalu Fauzi Bowo juga dianggap kuat, namun rontok dengan kehadiran Jokowi yang kala itu tak bisa diperhitungkan. Jadi Ahok harus waspada," katanya.
Elektabilitas Ahok yang saat ini terus memudar dan sudah mencapai 42 persen, menandakan gubernur petahana ini mulai goyah.
Apalagi, citra negatif yang selama ini ditonjolkan mantan bupati Bangka Belitung ini, terus mengusik pemandangan warga Jakarta.
"Cuma yang pasti, warga mengharapkan masing-masing calon akan rukun karena akan tercipta kedamaian. Pendukung juga diminta jangan 'lebay'," kata Kris.
Oleh Pengamat politik dari Lingkar Madani untuk Indonesia, Ray Rangkuti, melihat pasangan ini akan merebut pangsa pasar yang belum memilih pilihan ke Ahok. Dan pangsa pasar itu relatif homogen. Yaitu pemilih yang memiliki alasan tdk memilih Ahok-Djarot karena keyakinan.
Banyak pihak juga menilai kemunculan Anies sebagai penantang Ahok tentu tidak bisa dianggap enteng. Karena selain disokong oleh Partai Gerindra, ia juga diusung oleh PKS, partai yang memiliki basis kader yang cukup kuat di DKI Jakarta.
Bisa dilihat pada Pilkada DKI 2007, PKS mampu tampil sendiri dengan mengusung Adang Daradjatun dan Dani Anwar melawan pasangan Fauzi Bowo dan Prijanto, yang didukung oleh banyak partai politik. Meski harus menelan pil pahit, namun perolehan suara PKS cukup siginifikan.
Ia memperoleh suara sebesar 1.535.555 (42,13%) dan pasangan Fauzi Bowo dan Prijanto 2.109.511 (57,87%).
Bila melihat hitung-hitungan jumlah suara gabungan Partai Gerindra dan PKS pengusung Anies–Sandiaga sebesar 1.016.958 suara. Yang terdiri dari 592.558 suara untuk Gerindra dan 424.400 suara pemilih PKS.
Selain itu jika mengacu pada hasil survei Poltracking Indonesia dua hari lalu, diketahui elektabilitas pasangan Anies-Sandiaga mendapatkan 36,4%, sementara incumbent Basuki-Djarot 37,2%.
Anies-Sandi dinilai lebih kompetitif melawan incumbent.
Anies juga dianggap menteri berprestasi dan selalu masuk tiga besar selama jadi menteri. Karakternya, leadership yang bagus ditambah Sandi untuk menopang membuat pasangan itu menjadi lawan sepadan Ahok-Djarot,” kata Direktur Eksekutif Poltracking Indonesia Hanta Yudha, saat rilis hasil survei tersebut.
Apalagi, kata Hanta, masih ada 25,7 persen pemilih yang belum menentukan pilihan saat dilakukan survei. Survei yang dilakukan Poltracking menggunakan metode multistage random sampling terhadap 400 responden. Tingkat margin of error sebesar 4,59 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen.
"Voters yang belum menentukan pilihan itu akan menjadi rebutan incumbent dan Anies-Sandi," katanya.
Sebagaimana diketahui, terdapat sebuah kisah atas keputusan Anies Rasyid Baswedan maju dalam Pilkada DKI, yakni tatkala ia menjalankan Salat Maghrib di Masjid Agung Sunda Kelapa, Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (1/10/2016).
Usai menjalankan salat, ia menyempatkan diri bertemu dengan petinggi Masjid Agung Sunda Kelapa dan beberapa pengurus masjid lain di Jakarta.
Anies yang berpasangan dengan Sandiaga Salahudin Uno mengatakan Masjid Agung Sunda Kelapa memiliki andil atas proses majunya Anies ke panggung Pilkada Jakarta 2017.
"Keputusan saya maju ke Pilkada Jakarta diawali juga dari diskusi di masjid ini. Masjid sebagai rumah umat Islam harus menjadi awal gerakan mengayomi seluruh masyarakat di Jakarta tak memandang etnis, agama, dan perbedaan lainnya," ujar Anies yang menggunakan baju koko berwarna putih, peci dan celana hitam.
Menurutnya ideologi Islam harus membentuk mental dan rohani masyarakat Jakarta yang berkarakter.
"Membangun rohani berarti kami membangun masyarakat. Kemajuan Jakarta jangan hanya segi fisik, tapi juga rohani," ungkap Anies.
Sementara itu satu pengurus Masjid Agung Sunda Kelapa, Kyai Haji Lutfi mengatakan pihaknya merasa bangga bisa diajak lagi membangun Jakarta.
"Dengan Pak Anies kami merasa dilibatkan lagi dalam pemilihan pemimpin yang baik bagi Jakarta. Di era Gubernur Fauzi Bowo kami merasa tidak dilibatkan," ungkapnya.
Kyai Haji Lutfi mengatakan pihak Masjid Agung Sunda Kelapa sudah lama mengidamkan sosok seperti Anies Baswedan sebagai pemimpin Jakarta.
"Kami mencita-citakan Jakarta dipimpin oleh seorang guru, seorang pengajar, seprang dosen, yang mampi melihat permasalahan Jakarta dengan lebih akademis," ungkap Lutfi.
Usai diskusi, Anies terlihat berbincang dengan para pengurus masjid dan mendengarkan keluhan mereka serta diakhiri dengan santap malam bersama.