TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Aparat kepolisian mendalami kondisi kejiwaan, M, pelaku pembunuhan disertai mutilasi terhadap A (1).
Ini dilakukan untuk mencari tahu apakah perbuatan ibu dua orang anak itu dapat dipertanggungjawabkan.
"Nanti, kami mendalami betul. Apa dia betul 44 (KUHP,-red) atau memang halusinasi saja. Iya kalau itu harus dipertanggungjawabkan," ujar Kapolda Metro Jaya, Irjen Mochamad Iriawan, kepada wartawan di Mapolda Metro Jaya, Selasa (4/10/2016).
Dia menjelaskan, seorang tidak dapat dipertanggungjawabkan telah berbuat tindak pidana apabila ada gangguan jiwa yang mengarah kepada kejiwaan terganggu.
M diduga mengalami gangguan halusinasi. Ini setelah aparat kepolisian melakukan pemeriksaan kejiwaan di Rumah Sakit Polri Kramatjati.
Namun, kalau hanya sekedar bisikan saja, kemudian orang itu beraktivitas seperti biasa maka dapat dipertanggungjawabkan perbuatan pidana.
"Kami akan mendalami. Kalau memang itu gangguan permanen, ya tak bisa dipertanggungjawabkan. Kalau 44 kan tidak bisa. Tetapi kalau itu hanya sekali-kali dan dia bisa beraktivitas, dia mengerti, dia hapal, dia bisa melakukan yang dilakukan sehari-hari ya bisa kami pertanggungjawabkan," ujarnya.
Pasal 44 KUHP menyebutkan seseorang tidak dapat dipertanggungjawabkan secara pidana jika cacat kejiwaan atau terganggung karena penyakit.