TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tim penasihat hukum Jessica Kumala Wongso menilai barang bukti yang diambil di Cafe Olivier Grand Indonesia, pada Rabu (6/1/2016), tak memiliki kemampuan sebagai alat pembuktian.
Penasihat hukum Jessica, Sordame Purba, mengatakan barang bukti diragukan karena tidak sesuai standar operasional (SOP) pengambilan.
Selain itu ada perbedaan tanggal di laporan penyitaan barang bukti, yang dilakukan Pusat Laboratorium Forensik (Puslabfor) Mabes Polri dan Polsek Metro Tanah Abang.
Dia menjelaskan, barang bukti dari TKP antara lain satu gelas Ice Vietnam Coffe, sebotol berisi Ice Vietnam Coffe, dan segelas Ice Coffe pembanding.
Namun dari Puslabfor disita gelas berisi Ice Vietnam Coffe 150ml, lalu sebotol berisi Ice Vietnam Coffe 200 ml, dan sebotol Ice Vietnam Coffe pembanding sebesar 350ml.
"Dari TKP itu atau Polsek, disita dua gelas dan satu botol. Sedangkan menurut Puslabfor ada dua botol dan satu gelas. Ini menunjukkan barang bukti diragukan. Tak sesuai prosedur. Barang bukti sudah ternodai. Bukan autenik. Jadi tidak memiliki kemampuan alat pembuktian," ujar Sordame di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Rabu (12/10/2016).
Di persidangan saat pemeriksaan saksi fakta, Yohanes, pegawai Cafe Olivier, pernah diminta memindahkan isi di dalam gelas Ice Vietnam Coffe ke botol oleh Devi, manajer bar.
Yohannes mengaku menuangkan isi sisa minuman sampai habis ke botol.
Apabila melihat hal tersebut, kata dia, seharusnya yang disita itu satu botol dan satu gelas pembanding.
"Cuma yang disita itu dua gelas dan satu botol karena segelas yang dituang masih ada sisa. Padahal kesaksian Yohannes dituang habis. Jadi akhirnya yang disita dua gelas dan sebotol. Itu yang membuat kami jadi ragu," kata dia.