TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemilihan presiden (Pilpres) Amerika Serikat kian memanas. Berbagai isu sensitif diangkat untuk menjatuhkan lawan politik. Dua kandidat calon presiden bertarung yakni Hillary Clinton (Partai Demokrat) dan Donald Trump (Partai Republik).
Serangan terhadap lawan politik menggunakan banyak isu seperti penggelapan pajak, skandal seks, dan juga mengungkit SARA (suku agama ras dan antar-golongan).
Baca: Pilpres AS Kian Panas, Capres Donald Trump Dituding Gerayangi 4 Perempuan
Trump jauh-jauh menciptakan permusuhan terhadap umat Islam dengan niat melarang umat Islam masuk Amerika jika terpilih presiden. Dia pun didemo oleh warga AS. Hillary Clinton juga digoyang isu SARA.
Baca: Trump Tuduh Hillary Ikut Bantu Bill Clinton Lecehkan Perempuan
Dikutip dari Voa Indonesia, Hillary Clinton menghadapi pertanyaan soal pernyataan-pernyataan dari staf kampanyenya mengenai ajaran agama Kristen dan perbedaan antara Katolik dan Protestan penginjil serta keberpihakan mereka secara politik dalam pemilihan presiden 2016.
Donald Trump mengatakan kepada para pendukungnya dari email yang diretas Wikileaks terlihat bahwa para staf Clinton "menyerang secara kasar" umat Katolik dan penginjil. "Ini bukti terbaru kebencian dari kampanye Clinton terhadap warga Amerika biasa yang beriman," ujar Trump.
Tidak hanya itu, skandal seks Donald Trump juga mengemuka. Beberapa korbannya bersuara di media massa dan melampirkan sejumlah bukti.
Seorang kontestan show televisi “The Apprentice” yang dipandu Trump mengatakan kepada wartawan bahwa pebisnis itu mencium dan menggerayangi dirinya di sebuah hotel tempat dia melamar pekerjaan. Summer Zervos adalah kontestan acara itu pada 2006.
Sebelumnya, suami Hillary yakni bekas Presiden AS Bill Clinton juga diserang oleh Trump mengenai skandal perselingkuhan dengan beberapa perempuan.
Pilgub DKI dan SARA
Di Indonesia hal sama terjadi. Menjelang Pilgub DKI, isu SARA mengemuka ke publik.
Meskipun Pilkada Serentak 2016 digelar di sejumlah daerah namun Pilgub DKI yang paling sering mendapatkan sorotan media dan masyarakat.
Entah siapa yang memunculkan isu SARA ini namun Dosen Komunikasi Universitas Indonesia (UI), Ade Armando, secara khusus meminta kepada kubu Anies Baswedan-Sandiaga Uno untuk menyatakan secara tegas kepada pendukungnya agar menghentikan penggunaan isu SARA.
"Kalau Anies mau dikenang sebagai negarawan, harus mengatakan ke basis pendukungnya berhenti menggunakan isu SARA," kata Ade dalam diskusi PARA Syndicate di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Jumat (14/10/2016) seperti dikutip dari Kompas.com.
Ade mencontohkan dalam fanpage Anies-Sandiaga di Facebook, banyak unggahan dari pendukung mereka yang kerap menyinggung sentimen agama. Menurut Ade, Anies bisa saja menyatakan keberatan jika pendukungnya menggunakan namanya untuk menyerang kubu lain dengan isu SARA.
Sebelumnya, Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta dari Partai Gerindra, M Taufik menegaskan bakal cagub dan cawagub DKI yang diusung partainya tidak mungkin memainkan isu SARA (suku, agama, ras dan antargolongan) pada Pilgub DKI.
Apalagi cagub Gerindra-PKS Anies Baswedan.
Kata Taufik, Anies Baswedan merupakan sosok calon pemimpin yang lembut.
"Udah nggak mungkin dari kami (memainkan) isu SARA. Anies Baswedan itu kan lembut orangnya," ujar Taufik saat ditemui di Mapolda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Rabu (12/10/2016).
Menurut Taufik, sosok mantan rektor Universitas Paramadina tersebut jauh berbeda dengan sosok sang petahana Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok. "Nggak nyablak gitu loh, gimana mau nyebarkan isu SARA," jelas Taufik.
Lebih lanjut, Taufik pun menyindir Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) yang menurutnya memunculkan isu sara tersebut. Ia menganggap Ahok tidak menyadari akan hal itu. "Yang nyentuh isu SARA siapa? Kan nggak boleh juga memicu timbulnya isu SARA, calon harus menyadari itu," tegasnya.
Taufik pun menekankan bahwa dalam pilkada, isu sensitif tersebut sebaiknya tidak pernah dimunculkan. "Yang isu SARA ya nggak boleh dimainkan, nggak boleh disentuh," tandas Taufik.
Pernyataan tersebut ia sampaikan usai menghadiri pertemuan dengan petinggi Polri dan Polda Metro Jaya membahas Pilkada damai. Ia menyambangi Kapolda metro bersama sejumlah politisi diantaranya politisi partau Hanura Ongen Sangaji, dan Ketua KPUD DKI Jakarta Sumarno.
Efektifkah Isu SARA?
Penggunaan isu SARA di Pilgub DKI bergulir. Namun apakah itu efektif memenangkan Pilgub DKI?
"Untuk kategori pemilih non-Muslim, antara 80 sampai 85 persen, mengarah ke BTP (Basuki). Saya tidak tahu apakah mobilisasi sedang berjalan pada tingkat grass root, misalnya lembaga-lembaga keagamaan yang memang kita tidak bisa mengetes, entah itu di gereja atau di keluarga. Meski begitu, unsur SARA masih mendominasi pilkada," kata peneliti senior Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM) UIN Jakarta, Ali Munhanif, saat ditemui Kompas.com dalam sebuah diskusi di Jakarta, Kamis (6/10/2016).
Meski begitu, ketika dilihat lebih lanjut, Ali mendapati ada sekitar 42 persen pemilih Muslim yang juga memilih Basuki. Dari hal tersebut, dia menilai, unsur atau isu agama tidak lagi dapat diandalkan untuk merebut suara pemilih di DKI Jakarta.
"Artinya, tampak memang agama pada tingkat itu, sorry to say, belum efektif untuk dijadikan alat mendulang suara. Apalagi kalau kita ukur dengan kenyataan bahwa sekian lama tudingan-tudingan berbasis agama terhadap BTP cukup intens," tutur Ali. (Baca: Dilaporkan ke Bawaslu karena Kutip Ayat dari Kitab Suci, Ini Tanggapan Ahok)
Penyelenggara pilkada, praktisi, pengamat, hingga bakal calon gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta sebelumnya sama-sama sepakat untuk menghindari isu SARA. Jalannya Pilkada DKI Jakarta kali ini diharapkan bisa lebih baik, dengan mendiskusikan atau berdebat seputar hal yang lebih substantif, terkait dengan materi kampanye, visi-misi, dan adu ide untuk kemajuan Jakarta.