News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Aksi Terorisme di Tangerang

Ibunda Sultan Sembunyi di Rumah

Editor: Hendra Gunawan
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Tim Gegana Mabes Polri mengamankan benda yang mencurigakan di lokasi penyerangan dengan senjata tajam terhadap anggota Kepolisian di Cikokol, Tangerang, Banten, Kamis (20/10/2016). Seorang pelaku teror melakukan penusukan terhadap Kapolsek Tangerang dan dua anggota satlantas Polres Tangerang yang sedang bertugas. TRIBUNNEWS/HO

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Kediaman Sultan Azianzah (SA), pelaku penyerangan tiga anggota Polrestro Tangerang mendadak ramai. Puluhan warga berkumpul di sekitar rumah pria yang berusia 22 tahun tersebut. SA selama ini tinggal bersama orangtua. Mereka adalah pasangan Abdu Bin Nawawi (57) dan Rokibah (53).

Pantauan Tribun, rumah pelaku terlihat sepi. Seluruh jendela ditutup dengan gorden. Ibu SA yang berada di dalam rumah memilih mengurung diri dan menghindari petugas dan warga sekitar.

"Ada ibunya di dalam, kami ingin bicara takut terjadi apa-apa di dalam," ujar satu dari petugas polisi di depan rumah SA.

Polisi dari jajaran Polsek Sepatan ini mencoba mengetuk - ketuk rumah tersebut kembali. Ia lalu mengucap salam kepada sang pemilik rumah.

"Asalamualaikum, bu ibu...," ucap seorang anggota ini.

Selang beberapa menit kemudian, ibunda dari SA ini mengintip dari jendela. "Iya pak, saya enggak mau ke luar," balas Rokibah.

Petugas pun terus membujuk dan berusaha melakukan komunikasi dengan ibu ini. "Kami takut terjadi hal - hal yang tidak diinginkan, seperti depresi atau stres akibat peristiwa ini," ungkap petugas.

Rokibah, seorang diri di rumah. Sementara Abdu berada di kampung halaman, Palembang. Informasi yang dihimpun, SA dikenal sebagai sosok yang tertutup. Tinggal di RT 04 / RW 02 Nomor 71, Desa Lebak Wangi, Kecamatan Sepatan, Kabupaten Tangerang, kediaman SA berada di dekat jalan raya, dengan cat warna krem dan list hijau.

"Dia (SA) masih bujangan, orangnya pendiam, tertutup gitu, enggak tahu kerjaannya apa," ujar Enung, salah satu tetangga SA.

Ia mengungkapkan, SA yang merupakan anak bungsu dari empat bersaudara itu disebut mahir bela diri. Dua kakak SA adalah anggota kepolisian.

"Anak kedua dan ketiga (kakak SA) polisi katanya tugas di Curug Tangerang. Kayaknya jauh kalau terlibat ISIS gitu," paparnya.
Kasus ini bermula saat SA menempelkan stiker yang mirip dengan lambang kelompok radikal. Polisi lalu mengimbau supaya stiker itu dilepas, tetapi SA malah menyerang polisi dengan golok.

Anggota polisi yang diserang pertama-tama adalah Kanit Dalmas Polres Metro Tangerang Inspektur Satu Bambang Haryadi dan anggota Satuan Lalu Lintas Polsek Tangerang, Bripka Sukardi.

Tak lama kemudian, Kapolsek Tangerang Komisaris Effendi yang berada tidak jauh dari lokasi berusaha menahan SA. Namun, Effendi malah ikut diserang. Bambang, Sukardi, dan Effendi mengalami luka tusuk dalam serangan ini. Effendi mengalami luka tusuk di bagian dada.

Sementara itu, Bambang mengalami luka di bagian kiri dada dan kiri punggung, sedangkan Sukardi terluka di bagian kanan punggung serta lengan kanan. Ketiganya kini dalam perawatan intensif di Rumah Sakit Siloam, Karawaci.

Polisi masih mendalami motif atau alasan SA secara tiba-tiba menyerang polisi. Bom pipa yang dibawa oleh SA juga telah diamankan oleh tim Gegana Polda Metro Jaya. Polisi juga mengambil golok dan stiker yang ditempel SA di pos polisi.

Sebelum tewas, SA sempat mengaku ingin mendapatkan pistol dari polisi. Pistol itu rencananya akan digunakan untuk membunuh polisi yang dianggapnya sebagai Ansor Thogut. Setelah mendapatkan pistol, SA akan memuntahkan peluru-peluru yang dicuri dari sang kakak.

"Iya. Saya ambil. Dia nggak tahu," urainya. (tribunnews/theresia felisiani/fitri/taufik/warta kota)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini