TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ini alasan Buni Yani alias BY, tersangka kasus pencemaran nama baik dan penghasutan terkait SARA, mengunggah video yang diambil dari Youtube ke media sosial Facebook.
Pria berprofesi sebagai dosen itu mengunggah video pembicaraan Gubernur DKI Jakarta non aktif, Basuki Tjahaja Purnama, di Kepulauan Seribu itu untuk mengajak pengguna media sosial berdiskusi.
"Yang bersangkutan ingin mengajak diskusi netizen dan sengaja memposting. Kalimat memang diambil dari video namun ditambahkan sendiri yang di dalam kurung. Yang bermasalah caption bukan video," ujar Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Awi Setiyono, kepada wartawan, Kamis (24/11/2016).
Menurut dia, kalimat itu tak sama seperti apa yang diucapkan Ahok di video.
Namun, Buni Yani menambah sendiri tulisan diduga untuk menyebarkan informasi terkait rasa permusuhan dan kebencian berdasarkan SARA.
Dia menjelaskan, Buni Yani menulis kata-kata yang diduga menghasut pengguna media sosial terutama pemilih muslim yang akan mempunyai hak untuk memilih di Pilkada DKI Jakarta 2017.
Atas perbuatan itu, Buni Yani ditetapkan sebagai tersangka.
Namun, tak menahan yang bersangkutan karena ada alasan objektif dan subjektif.
"Yang bersangkutan sampai saat ini proses penyelesaian dan rencana tindak lanjut penyidikan pertama penyidik akan koordinasi dengan JPU dan melengkapi berkas perkara dan secepatnya selesai dilimpahkan ke JPU untuk tahap pertama," ujarnya.
Penyidik Subdit Cyber Crime Dit Reskrimsus Polda Metro Jaya mempermasalahkan upaya BY menuliskan kalimat di media sosial Facebook pada 6 Oktober 2016.
Untuk video yang diunggah, video rekaman itu asli ucapan Ahok saat berbicara dihadapan masyarakat di Kepulauan Seribu, pada beberapa waktu lalu.
Namun, video ini telah dilakukan proses editing.
Penyidik sudah mengklarifikasi kepada saksi-saksi, diketahui BY yang menulis di FB tersebut.
Di Facebook itu tertulis.
PENISTAAN TERHADAP AGAMA?
"Bapak-Ibu (pemilih muslim).. Dibohongi Surat Almaidah 51 (masuk neraka) juga bapak ibu. Dibodohi"
Kelihatannya akan terjadi suatu yang kurang baik dengan video ini".
Buni Yani alias BY, pengunggah video dugaan penistaan agama yang dilakukan Gubernur DKI Jakarta non aktif Basuki Tjahaja Purnama, telah ditetapkan sebagai tersangka.
Pra Peradilan
Sementara itu kuasa hukum Buni Yani, Aldwin Rahadian tidak mau berbicara banyak perihal kasus tersebut. Yang terpenting kliennya bisa istirahat dan pulang.
"Kawan-kawan masih lelah belum tertidur, hanya istirahat beberapa jam saja jadi kami akan melakukan konpers dengan rekan rekan media," ucapnyam
Dia berterimakasih kepada masyarakat karena kliennya sudah didoakan saat menjalani pemeriksan sebagai terlapor.
"Yang penting supaya bisa cepat pulang, hal lain bisa kami sampaikan lebih lanjut, konpers khusus gitu. Jadi mohon doanya. Dan yang jelas status pak Buni menjadi tersangka ini akan kamu lakukan segera upaya hukum pra peradilan. Itu dulu sementara," ucapnya.
Polisi Sudah Sesuai Prosedur
Polisi memastikan, kalau proses penyelidikan dugaan kasus penghasutan berbau sara yang dilakukan Bumi Yani itu sudah sesuai prosedur. Gelar perkara pun telah dilakukan sesuai SOP kepolisian.
Adapun proses tersebut, polisi tak berkewajiban harus memberitahukannya pada pengacara Buni Yani.
"Yang lebih tahu (soal transparansi gelar perkara) itu penyidik, bukan pengacara. Penyidik sudah punya time linenya kok, kapan laporan itu masuk, penerbitan surat perintah penyelidikan, sampai peningkatan penyidikan," ujar Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Awi Setiyono.
Awi pun membantah pernyataan pengacara kuasa hukum Buni Yani yang menyebutkan proses penyelidikan Buni Yani tak transparan.
Dia lantas menjabarkan time line penyelidikan kasus yang melilit Buni Yani tersebut.
Awalnya, polisi menerima laporan pada tanggal 07 Oktober 2016 lalu. Polisi lalu melakukan verifikasi pada pelapor hingga akhirnya diselidiki.
"Hasil proses penyelidikan 19 Oktober, kita lakukan gelar awal dengan hasil putusan peserta gelar itu, kasusnya ditingkatkan ke penyidikan," kata dia.
Lalu, kata Awi, tanggal 25 Oktober administrasi dilengkapi sehingga proses sidik pun dilakukan.
Polisi lantas melakukan pemanggilan lagi pada pelapor untuk diperiksa sebagai saksi. Tanggal 27 Oktober, polisi memeriksa enam saksi, tiga diantaranya merupakan ahli ITE, Bahasa, dan Sosiologi.
"Terakhir tanggal 24 November kemarin, kita periksa BY. Jadi SOP itu sudah kita laksanakan dan kita tak ada kewajiban laporkan itu ke pengacara," katanya.
Adapun soal akun-akun lainnya yang mengunggah video pidato Ahok seperti halnya Buni Yani dan memberikan caption pada video tersebut dengan pernyataan kasar.
Awi mempersilahkan bila ada pihak yang hendak pula melaporkannya ke polisi sehingga nantinya polisi pun bisa melakukan penyelidikan pula.
"Barang siapa temukan hal itu juga silahkan saja lapor. Soal laporan baliknya BY kita juga masih berproses, karena kita baru lakukan klarifikasi tanggal 18 November kemarin. Dia baru bisa hadir sekali," katanya.
Awi mengungkapkan, terkait laporan balik BY tersebut terhadap Kotak Adja, polisi pun masih melakukan pemeriksaan dari pihak pelapor saja yakni Buni.
Jika dalam laporan balik Buni Yani terhadal Kotak Adja itu memiliki bukti permulaan yang cukup, polisi tentu melanjutkan proses hukumnya dan meningkatkannya ke penyidikan.
Jika tidak, polisi akan menghentikan prosesnya nanti.
"Motif dia sebenarnya (buat kalimat caption) mau ajak diskusi netizen dan dia sengaja memposting itu. Kalimatnya diambil dari video, tapi yang menjadi masalahnya itu dia tambahkan sendiri dengan yang ada di dalam kurung itu (kata Pemilih Muslim Bapak-ibu, Masuk Neraka)," jelasnya.
Dia menambahkan, saat ini, fokus yang dilakukan polisi terkait kasus yang melilit Buni Yani itu melengkapi berkas kasusnya agar segera bisa dilimpahkan ke Kejaksaan.
Tak lupa pula polisi berkoordinasi dengan Kejaksaan dalam menyelesaikan berkasnya sehingga bisa segera dinyatakan lengkap. (Glery Lazuardi/Bintang Pradewo)