TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Eksekutif Charta Politika, Yunarto Wijaya, mengatakan bahwa kasus dugaan penistaan agama yang menjerat Gubernur DKI Jakarta non-aktif, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, menjadi beban elektoral bagi pasangan Ahok-Djarot Saiful Hidayat pada Pilkada DKI Jakarta 2017.
Beban itu berdampak terhadap penurunan elektabilitas pasangan calon petahana tersebut.
Berdasarkan hasil survei Charta Politika, ada beberapa faktor masyarakat tidak memilih Ahok.
Dari 521 responden yang bukan pemilih Ahok, 17,1 persen di antaranya tidak memilih Ahok karena bicaranya yang kasar, 15,1 persen karena berbeda agama, 6 persen karena kasus penistaan agama, dan 5 persen yang tidak memilih karena menilai Ahok arogan.
Baca: Survei Charta Politika: Agus-Sylvi 29,5 Persen, Ahok-Djarot 28,9 Persen, Anies-Sandi 26,7 Persen
Sementara itu, responden yang tidak menjawab sebesar 56 persen.
Yunarto berpendapat, faktor bicara kasar, beda agama, dan penistaan agama saling berkaitan dengan kasus Ahok saat ini.
"Yang kalau dicampur faktor primordial karena penistaan agama, angka itu tidak kecil, itu 17,1 persen plus (ditambah), 15,1 persen plus 6 persen. Itu bukan angka kecil yang membuat efeknya kemudian menjadi besar," kata Yunarto di kantor Charta Politika, Jakarta Selatan, Selasa (29/11/2016).
Berdasarkan survei Charta Politika, elektabilitas Ahok-Djarot berada di urutan kedua dengan angka 28,9 persen dalam pertanyaan bila Pilkada DKI Jakarta 2017 dilakukan hari ini.
Posisi Ahok-Djarot ini berada di bawah Agus Harimurti-Sylviana Murni dengan perolehan 29,5 persen.
Oleh karena itu, Yunarto mengatakan bahwa ia tidak sependapat bila ada peneliti yang mengatakan masyarakat Jakarta rasional dan tidak mungkin ada faktor primordialisme.
Menurut dia, faktor tersebut masih ada di Indonesia. Bahkan, kata dia, di negara maju di Eropa Barat dan Amerika Serikat pun masih ada faktor primordialisme.
"Ditambah dengan kasus ini yang menyeret aspek primordialisme, saya tidak kaget ini menjadi tsunami politik yang menjadi beban elektoral buat Ahok-Djarot," kata dia.
Adapun pengumpulan data dalam survei ini dilakukan pada 17-24 November 2016.
Survei ini dilakukan dengan metode wawancara tatap muka yang menggunakan kuesioner terstruktur.
Jumlah sampel sebanyak 733 responden dari 800 yang direncanakan. Responden tersebar di lima wilayah kota administrasi dan satu kepulauan.
Margin of error dalam survei ini kurang lebih 3,5 persen dengan tingkat kepercayaan 95 persen. Survei ini dilakukan dengan dana sendiri.
Penulis : Kahfi Dirga Cahya