WNA Terdakwa Penipuan Pakai Uang Investasi Buat Beli Rumah Di Selandia Baru
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Kasus dugaan penipuan yang melibatkan pasangan Gordon-Ismayanti semakin menarik perhatian. Selain tidak mengakui adanya kerjasama bisnis dengan Yenny Sunaryo, pasangan Jerman-Lampung itu ternyata telah menggunakan uang investasi milik Yenny untuk membeli rumah di Selandia Baru seharga NZD 900 ribu atau lebih dari Rp 8 milyar. Hal tersebut terungkap dalam sidang dengan terdakwa Gordon-Ismayanti di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Senin (28/11).
“Setoran modal Yenny justru digunakan pasangan Gordon-Ismayanti untuk membeli rumah di Selandia Baru. Kalau ini terbukti, jelas terdakwa bisa juga dituntut pasal pencucian uang oleh korban. Makanya nanti akan kami buktikan di persidangan,” ungkap Jaksa Penuntut Umum Umriani usai persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (28/11).
Sementara Notaris I Gusti Putu Darmaja dalam kesaksiannya mengungkapkan, bahwa Gordon dan Ismayanti selalu menunda untuk mengurus pembentukan PT sebagai bagian kerjasama bisnis dengan Yenny dengan berbagai alasan. Sampai akhirnya Ismayanti memutus kerjasama sepihak, PT yang dijanjikan oleh warga kelahiran Lampung itu pun tidak pernah terwujud.
Kasus penipuan investasi itu berawal dari kerja sama yang ditawarkan pasangan suami istri Gordon dan Ismayanti kepada Yenny Sunaryo. Mereka mengajak Yenny untuk membangun villa Kelapa Retreat II di Pekutatan, Negara, Bali Barat. Namun belakangan Yenny malah kehilangan haknya dalam investasi tersebut dan justru tidak dianggap memiliki bagian meski sudah menginvestasikan uang Rp 8,5 miliar sesuai kesepakatan.
Hingga sekarang kasus ini masih bergulir di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Gordon dan Ismayanti sendiri sudah berstatus sebagai terdakwa. Keduanya tidak ditahan dan hanya menjadi tahanan kota. Hal ini tidak lazim mengingat dalam kasus penipuan biasanya terdakwa langsung ditahan di rumah tahanan. Apalagi status Gordon sebagai WNA memungkinkan pemilik paspor Jerman itu untuk kabur.
Pengacara Yenny, Tomy Alexander mengatakan, sebelum kasus ini bergulir di meja hijau kliennya sudah berusaha berkomunikasi dan mencari jalan tengah. Namun Gordon dan Ismayanti justru memutus seluruh akses komunikasi dan tidak bisa dihubungi. Bahkan, Gordon dengan enteng menyebut nilai investasi yang diperlukan di luar dugaan sehingga memerlukan uang investasi yang lebih besar.
“Kan itu sangat tidak wajar, sudah menyepakati nominal investasi dalam proposal tapi di tengah jalan tiba-tiba bilang ada kesalahan penghitungan,” kata Tomy. Dia mengatakan, gelagat tidak bersahabat dari kedua pasangan itu juga dirasakan kliennya lantaran mereka selalu menolak untuk menandatangani perjanjian investasi meski uang sudah disetor kepada keduanya.
Tomy menyatakan, tercatat sudah ada 4 notaris di Bali dan Jakarta yang sudah didatangi kliennya bersama kedua terdakwa untuk mengurus proyek tersebut. Namun semua itu urung terlaksana lantaran Gordon dan Ismayanti selalu berkelit dengan berbagai alasan.
“Apalagi setelah itu mereka susah dihubungi dan kami dapat informasi bahwa mereka baru saja membeli rumah di Selandia Baru, jadi patut diduga mereka melakukan tindak pidana yang merugikan klien saya,”kata Tomy.
Akibat perbuatan tersebut, terdakwa Gordon dan Ismayanti dijerat dengan pasal berlapis. Mereka dianggap melanggar Pasal 378 KUHP tentang Penipuan dan Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan. Pasangan suami-istri itu pun terancam hukuman empat tahun penjara. Majelis hakim dalam persidangan itu sendiri dipimpin oleh hakim Made Sutrisna.