TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Terdakwa kasus penghadangan kampanye calon wakil gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat, Naman Sanip (52), menyampaikan beberapa kalimat kepada majelis hakim saat sidang lanjutan dengan agenda pleidoi di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Selasa (20/12/2016).
Naman menegaskan bahwa dia tidak bersalah dan sama sekali tidak berniat menghadang, bahkan membubarkan kampanye Djarot di Kembangan Utara, beberapa waktu yang lalu.
"Bapak hakim, sama sekali tidak ada niatan saya menghalang-halangi kampanye. Saya cuma tukang bubur yang mau menyampaikan aspirasi," kata Naman di hadapan majelis hakim.
Kuasa hukum Naman, Abdul Haris, memohon agar majelis hakim dapat memutus Naman tidak bersalah dan membebaskan Naman dari semua dakwaan.
Hal yang digunakan sebagai pertimbangan adalah fakta persidangan selama ini yang menampilkan Naman sebagai orang yang tidak menginisiasi penolakan terhadap kampanye Djarot.
Menurut Abdul, kliennya bukan komandan atau pimpinan massa tersebut, melainkan hanya seorang ustaz yang terdorong untuk menyampaikan aspirasi dalam rangka menanggapi ucapan pasangan Djarot, Basuki Tjahaja Purnama, yang diduga menodai agama.
"Dialog dilakukan dengan baik, terdakwa hanya menyampaikan aspirasi. Tidak ada perbuatan terdakwa lain yang merugikan saksi (Djarot) saat itu," ucap Abdul.
Sidang lanjutan mengadili Naman dengan agenda pleidoi telah selesai pada pukul 11.45 WIB. Hakim Ketua Masrizal menjadwalkan pembacaan putusan bagi Naman pada sidang esok hari, Rabu (21/12/2016).
Naman dikenakan Pasal 187 ayat 4 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada.
Hukuman maksimal penghadangan kampanye sesuai dengan yang diatur dalam pasal tersebut adalah enam bulan penjara dan/atau denda Rp 6 juta.
Namun, jaksa penuntut umum menuntut Naman dengan hukuman tiga bulan penjara dan masa percobaan selama enam bulan.(Andri Donnal Putera)