TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Walaupun menjadi tersangka, Aktivis Hatta Taliwang juga dimintai keterangan sebagai saksi kasus makar yang dilakukan Rachmawati Soekarnorputri.
Pemeriksaan berlangsung di Mapolda Metro Jaya, Semanggi, Jakarta Selatan, Selasa (20/12/2016) siang.
Sebelumnya, Hatta Taliwang tidak ditahan lantaran penangguhan penahanannya sudah dikabulkan penyidik.
Dengan menggunakan kemeja lengan panjang warna putih dia menjelaskan soal kehadirannya di Gedung Ditreskrimum Polda Metro Jaya.
"Saya dipanggil untuk jadi saksi bagi tersangka Rachmawati Soekarnoputri. Saya sendiri tersangka dua kali seminggu lapor. Kemaren saya diperiksa. Emang saya tahanan luar, dua kali seminggu tiap Senin dan Kamis," kata Hatta Taliwang, Selasa (20/12/2016).
Polisi mencecarnya dengan sejumlah pertanyaan terkait pertemuan di Universitas Bung Karno yang dilakukan Rachmawati.
Dimana sebelum aksi 2 Desember di Monas, Gambir, Jakarta Pusat, Jumat (2/12/2016) ada ratusan orang berkumpul di UBK.
"Ya kebanyakan urusan pertemuan hari Minggu tanggal 20 November 2016 itu di UBK. Yang hadir 300 orang dan 18 pembicara. Terbuka dan wartawan pada datang," ucapnya.
Dia menjelaskan bahwa pertemuan itu hanya menyampaikan bagaimana aspirasi ke MPR/DPR untuk mengembalikan UUD 1945 yang sudah diamamdemen.
Selain itu, beberapa aktivis juga membicarakan agar Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dipenjara atas kasus dugaan penistaan agama.
"Kesimpulannya nggak ada soal itu hanya untuk menyampaikan aspirasi kita ke DPR dan MPR tentang kembali ke UUD 45 sama meminta agar Ahok ditahan. Itu saja," tutur dia.
Dia mengatakan pemeriksaan itu juga melihat referensi penulisan di website pribadi Hatta Taliwang.
Karena saat pertemuan di UBK, Hatta Taliwang bertugas sebagai notulensi.
"Bukan di Facebook, di website saya. Saya yang tulis laporan hasil pertemuan UBK itu," katanya.
Lanjut dia, jadi pemeriksaannya atas dasar notulensi karena dirinya tidak punya pemikiran tindakannya akan menjadi masalah.
"Jadi kita siarkan gak ada yang kita tutupi. Adek-adek bisa baca di epsh.org. Ada website," ucapnya.
Dia menambahkan pertemuan di UBK seperti sharing tentang UUD 45.
Dimana ada dialog antara para aktivis.
"Semacam sharing pendapat tentang kondisi bangsa dan arahnya kita bagaimana solusinya, ternyata solusinya kembali ke UUD 45," kata dia.
Namun, tidak sampai mau melakukan sidang istimewa di MPR/DPR.
Di dalam pertemuan dihadiri beberapa aktivis yang dijadikan tersangka seperti Kivlan Zen, Ratna Sarumpaet dan Rachmawati Soekarnoputri.
"Kalau suara pribadi kan bukan jadi kesimpulan pertemuan. Masing-masing bebas kan menyampaikan aspirasi tapi kesimpulannya gak ada soal mau turunkan rezim, mau makar, gak ada kesimpulan seperti itu," katanya.