"Namanya itu fondasi curukcuk bambu yang biasa dipakai untuk membangun rumah," ujar Esa. Tak layak dipakai untuk normalisasi kali.
Jadi bambu-bambu hanya dipancang. Lalu di atasnya disusun batu kali yang kemudian diperkuat dengan semen. Selanjutnya baru turap batu setinggi 2 meter ditinggikan di atas fondasi itu.
"Ini tak akan kuat makanya. Kalau nanti kali dikeruk, pasti bergeser dan ambrol itu turap batunya," jelas Esa.
Warga lainnya, Sukrana (64), juga mengeluhkan keberadaan turap batu tersebut.
"Sebaiknya sih dibuat turap beton saja. Biar jadi sama dan kuat," kata Sukrana kepada Wartakotalive.com, siang tadi.
Apalagi turap batu itu tak memiliki batas dengan jalan inspeksi. Berbeda dengan turap beton yang dipasangi capping beam atau penutup turap beton di pucuk turap. Sehingga turap beton jadi lebih tinggi dari jalan.
"Kalau yang bagian turap batu itu kan jadi bahaya untuk anak-anak dan pengendara. Sejajar dengan jalan itu. Bisa jatuh ke sungai itu mobil kalau malam hari. Apalagi disini gelap," kata Sukrana.
Di lokasi, pantauan Wartakotalive.com, bambu-bambu yang dijadikan fondasi turap batu masih terpasang. Warna bambu itu sudah menguning dan patah-patah di bagian ujungnya.
Fondasi batu yang dipasang di ujung bambu pun kelihatan rapuh. Di beberapa titik batu yang jadi fondasi itu sudah kelihatan renggang.
Bahkan di beberapa titik lainnya, retakan sudah mulai bermunculan. Padahal turap batu baru dibangun tahun 2015 lalu.
Kepala Bidang Sungai dan Pantai Sistem Aliran Barat Dinas Tata Air Pemprov DKI Jakarta, Hendri, mengatakan, pihaknya tak bisa berbuat banyak terhadap pembangunan turap batu di Kali Apuran tersebut.
"Itu dibangun dengan dana CSR, bukan pakai APBD. Namanya juga dikasih lah," kata Hendri ketika dihubungi Wartakotalive.com, sore ini.
Diketahui, pembangunan turap batu di Kali Apuran itu, dulu dilakukan di bawah kendali Koordinator Normalisasi Waduk dan Kali DKI Jakarta R Heryanto. Heryanto belum bisa dihubungi. Ponselnya tak aktif.(*)