News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Kaleidoskop 2016

Jalan Terjal Ahok di Pilkada DKI Jakarta

Penulis: Dennis Destryawan
Editor: Dewi Agustina
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Gubernur DKI Jakarta nonaktif, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) bersiap menjalani sidang kasus penodaan agama yang melibatkan dirinya di Pengadilan Negeri Jakarta Utara yang menggunakan bekas gedung Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, di Jalan Gajah Mada, Jakarta Pusat, Selasa (27/12/2016). Sidang kali ini merupakan sidang Ahok yang ketiga dengan agenda putusan sela hakim.

Di Facebook itu tertulis:
PENISTAAN TERHADAP AGAMA?
"Bapak-Ibu (pemilih muslim).. Dibohongi Surat Almaidah 51 (masuk neraka) juga bapak ibu. Dibodohi."
"Kelihatannya akan terjadi suatu yang kurang baik dengan video ini."

Video itu menjadi viral di media sosial. Ahok dilaporkan ke polisi, sehari berselang video diunggah oleh Buni Yani.

Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri pun menerima laporan dari Ustaz Habib Novel Haidir Hasan, pada 7 Oktober 2016. Novel melaporkan Ahok atas dugaan penistaan agama.

Ahok bolak-balik diperiksa Bareskrim. Tak kunjung ditetapkan sebagai tersangka, membuat masyarakat geram. Hingga muncul aksi 4 November, ketika demonstran yang berjumlah puluhan ribu turun ke jalan-jalan di pusat Jakarta.

Aksi itu, untuk memprotes pernyataan Ahok yang dianggap menistakan agama Islam.

Empat hari jelang aksi, bertempat di Mabes Polri, digelar perkara penyelidikan oleh tim penyidik kepolisian atas kasus penistaan agama.

Selama proses penyidikan, polisi telah mewawancarai 29 saksi dari terlapor dan pelapor serta 39 orang ahli dari berbagai bidang yaitu antara lain ahli agama, bahasa, serta digital forensik.

Rabu 16 November 2016, Polri resmi menjadikan Ahok sebagai tersangka kasus dugaan penistaan agama.

Hal itu diumumkan oleh Kepala Bareskrim Polri, Komjen Ari Dono Sukmanto. Menurutnya, perkara harus diselesaikan di peradilan terbuka.

Dalam keterangannya, Ari mengakui, kesimpulan tim penyidik (ada 27 orang penyidik) tidak dicapai secara bulat, karena adanya perbedaan pendapat di antara mereka tentang status hukum Ahok.

Perbedaan ini juga dilatari perbedaan dari saksi ahli dari pihak pelapor dan terlapor yang diundang dalam gelar perkara.

"Meskipun tidak bulat, namun didominasi oleh pendapat yang menyatakan perkara ini harus diselesaikan di peradilan yang terbuka," kata Ari.

Bareskrim melimpahkan berkas ke Kejaksaan. Hingga dinyatakan P21 pada 30 November 2016.

Ahok dikenai pasal sesuai dengan berkas perkara dari penyidik Polri, yaitu Pasal 156 dan Pasal 156a Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

Saat menjalani persidangan, Ahok yang biasanya garang, menangis saat membacakan eksepsi atau nota keberatan atas dakwaan jaksa penuntut umum.

Dia tak kuasa menahan tangis saat bercerita tentang kedekatannya dengan keluarga angkatnya yang muslim.

Dalam nota keberatannya, Ahok mengatakan, dalam kehidupan pribadinya, dia banyak berinteraksi dengan teman-temannya yang beragama Islam.

Hingga akhir pembacaan eksepsi, Ahok terlihat beberapa kali mengusap air matanya dan bicara dengan suara bergetar.

"Saya tidak habis pikir kenapa saya dituduh sebagai penista agama Islam? Keluarga dari keluarga nonmuslim. Saya diangkat sebagai anak dari bapak Baso Amir dan Haji Misribu," ucap Ahok, 13 Desember 2016.

Kasus penistaan agama yang menjeratnya mempengaruhi elektabilitasnya. Kini, elektabilitas Ahok-Djarot terus tergerus, dua bulan jelang pemilihan.

Berdasarkan hasil survei Litbang Kompas pada Desember ini, elektabilitas petahana berada di bawah pesaingnya.

Hasilnya menunjukkan elektabilitas pasangan Agus Harimurti Yudhoyono-Sylviana Murni tercatat paling tinggi, yakni 37,1 persen.

Sementara Ahok-Djarot berada di posisi kedua dengan mendapat 33 persen responden.

Di posisi ketiga pasangan Anies Baswedan-Sandiaga Uno dengan potensi keterpilihan 19,5 persen.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini