Laporan Wartawan Warta Kota, feryanto hadi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Popon (47) tertunduk lesu sekali. Air matanya sudah habis sejak beberapa jam lalu.
Hanya tersisa pandangannya yang nanar dari matanya yang sembab, seperti melihat segala hal di masa lalu.
Saat menyalami dan menerima ucapan bela sungkawa para pelayat, sebenarnya hatinya berkecamuk.
Beberapa kerabat mencoba menenangkannya dengan merangkul Popon.
Seorang pelayat yang hadir bilang padanya, "Yang sabar Ceu Popon. Harus kuat. Pasrahkan sama Allah." Popon hanya mengangguk.
Kematian anak keduanya, Murniwati (22) sungguh di luar dugaan.
Apalagi Murni diduga dibunuh di tengah derai gerimis, Selasa (10/1/2017) dini hari.
Padahal, sehari sebelum ditemukan tewas, Popon masih melihat senyum simpul anaknya itu.
Dengan manja, Murni berkeluh kepada Popon bahwa uang tabungannya hampir habis.
Popon menyesal membiarkan Murni tinggal sendirian di rumahnya, sementara ia hidup bersama suami ketiganya di rumah lain.
Ayah kandung Murni yang telah meninggal puluhan tahun silam adalah suami pertama Popon.
Murni sejak lama mencoba hidup mandiri.
Ia harus bekerja untuk bisa membiayai kuliah di jurusan Arsitektur, Universitas Muhammadiyah Jakarta.
Kebisaannya dalam menggambar, tidak Murni sia-siakan.
Ia bekerja sebagai drafter di sebuah perusahaan swasta.
"Anaknya baik dan ulet. Dia kerja sambil kuliah karena ibunya tidak punya banyak uang," kata Popon ditemui di rumah duka.
Sementara, di kalangan teman-teman kampus, Murni juga dikenal mahasiswi pintar.
Kemampuannya membuat sketsa disebut teman sekelasnya, Fikri (22), di atas standar.
Murni juga mudah bergaul dan supel.
"Baik orangnya. Agak pendiem tapi pinter. Setahu kita dia masih jomblo," jelas Fikri saat melayat.
Tangisan
Siapa pembunuh Murni, masih misteri.
Tetapi, sejumlah tetangga dan kerabat melihat ada kejanggalan.
Mereka menduga, pembunuh merupakan orang dekat.
Hal itu diketahui dari tidak rusaknya kunci rumah.
Ada dua kemungkinan, Murni membukakan pintu atau si pembunuh memiliki kunci cadangan.
"Dua bulan lalu kunci rumah itu hilang. Padahal posisi gantung di pintu. Entah siapa yang ngambil," kata sepupu Murni yang namanya minta disamarkan saat diwawancara.
Hal itu menuai kerucigaan.
Apalagi, jika kasus itu perampokan, toh tidak ada barang Murni yang hilang.
"Justru yang didengar tetangga seperti ada cek-cok. Mungkin mereka saling kenal," tambah lelaki itu.
Sebanyak enam orang saksi telah dimintai keterangan di Polsek Cipayung, Jakarta Timur.
Tetangga dan kerabat pun terdengar memiliki spekulasi sendiri-sendiri siapa yang membunuh Mirna.
Djunaidi yang tinggal tak jauh dari rumah Murni pada pukul 02.00 mendengar cek-cok yang diakhiri tangisan.
Tapi itu tak lama.
Sesudahnya, suasana perkampungan RT03/03, Pondok Rangon itu kembali sunyi.
"Saya kira tetangga sebelah lagi berantem. Jadi saya diem saja, merokok di dalam rumah," katanya.
Sementara, Neliwati (26) yang tinggal persis di samping rumah korban, selain mendengar cek-cok juga mendengar seperti ada yang dibentur-benturkan ke dinding.
Tak lama, terdengar suara tangis.
"Suaranya kencang sekali. Saya bangunkan suami saya, tapi takut mau keluar," jelasnya.
Setelah tidak terdengar suara apa-apa, Neli dan suaminya keluar rumah dan memberitahukan kejadian itu kepada tetangga serta orangtua Murni.
Saat pintu dibuka, Murni ditemukan sudah tewas di kamarnya.
Terdapat luka lebam di bagian wajahnya.
Bibirnya juga berdarah, seperti bekas disekap.
Warga segera melaporkan kejadian itu ke polisi.
Polisi yang datang segera memasang garis kuning dan melakukan olah TKP.
"Semoga pembunuh anak saya segera ditemukan," kata Popon.