TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Lurah Pulau Panggang Kepulauan Seribu Yuli Hardi yang menjadi saksi fakta pidato Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok pada September 2016, dihadirkan menjadi saksi dalam persidangan.
Yuli yang mengaku tidak fokus mendengar pidato Ahok yang menjeratnya menjadi terdakwa dugaan penoda agama, sempat ditanya hakim mengapa tidak melaporkan Gubernur DKI Jakarta nonakaktif tersebut ke kepolisiaan.
Baca: Lurah Pulau Panggang Baru Ingat Pidato Ahok setelah Nonton Televisi
Menurutnya, sebagai seorang lurah Yuli tidak memiliki kapasitas untuk mengomentari pernyataan Ahok sebagai atasannya. Ia hanya dipanggil sebagai saksi oleh kepolisian.
Majelis hakim pun menyinggung salah satu pernyataan Yuli Hardi dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) saat ditanya apakah pidato Ahok berpidato benar atau salah.
Yuli Hardi menyebutkan 'sebagai Lurah saya tidak bisa mengomentari apa yang disampaikan gubernur. Gubernur adalah atasan saya dan bukan kapasitas saya mengomentari pernyataan gubernur'.
"Mengapa Anda tidak tegas menjawab?" tanya anggota hakim dalam persidangan di Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta Selatan, Selasa (24/1/2017).
Yuli Hardi beralasan hanya mengetahui dugaan penistaan agama itu melalui televisi. Sehingga ia tak dapat mengambil simpulan terkait pidato Ahok.
"Tidak. Saya dipanggil penyidik untuk menjadi saksi," kata Yuli.
"Saya sebagai bawahan tidak mungkin membenarkan atau menyalahkan atasan saya. Saya tidak mengatakan ada dugaan penistaan agama tapi saya lihat dari televisi," tambahnya.
Lebih lanjut Yuli menjelaskan, respons masyarakat pulau mendengar adanya informasi tersebut tidak semuanya satu suara. Sebab tidak semuanya setuju Ahok dinilai melakukan penistaan agama.
"Macam-macam (sikap masyarakat). Ada yang pro, kontra, dan cuek," katanya.