News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Pilgub DKI Jakarta

Panjangnya Waktu Kampanye Pilkada DKI Danggap Memperpanjang Tawuran dan Perkelahian

Penulis: Dennis Destryawan
Editor: Adi Suhendi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Pasangan Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur nomor urut 2 Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dan Djarot Saiful Hidayat, serta Pasangan Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur nomor urut 3 Anies Baswedan dan Sandiaga Uno saat mengikuti debat Calon Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta di Hotel Bidakara, Jakarta, Jumat (10/2/2017). Debat terakhir Pilkada DKI Jakarta mengambil tema kependudukan dan peningkatan kualitas masyarakat jakarta. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Dennis Destryawan

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Waktu kampanye Pemilihan Kepala Daerah DKI Jakarta dinilai terlalu panjang dan memperkeruh suasana yang kondusif di tengah warga DKI Jakarta.

Peneliti Populi Center Usep S Ahyar menganggap, masa kampanye Pilkada DKI Jakarta 2017 tidak memberikan pendidikan politik.

Masa kampanye Pilkada selama 4,5 bulan justru memperkeruh suasana.

Usep mengatakannya saat diskusi "Potret Intoleransi Jelang Pilkada DKI Jakarta putaran kedua" di Setara Institute, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Kamis (23/3/2017).

Baca: Djarot Pakai Peci, Anies ‎Tidak Akan Ganti Slogan

Baca: Djarot Pakai Peci dalam Surat Suara, Anies: Saya Malah Heran yang Satu Kok Nggak Pakai Ya

Baca: Ikatan Warga Minang Jakarta Deklarasikan Dukungan untuk Anies-Sandi

"Saya mengkritik panjangnya kampanye tidak seperti kampanye sebelumnya," kata Usep.

Menurut dia, jika tujuan kampanye membuat pendidikan politik panjangnya waktu kampanye tidak masalah.

Namun persoalannya berbeda saat ini.

"Kampanye ini sama dengan tawuran, memperpanjang tawuran dan perkelahian," ujar Usep.

Usep memaparkan, hasil survei yang dilakukan Populi Center.

Terutama, mengenai meningkatnya intoleransi warga Jakarta menjadi 71, 4 persen.

"Kalau kita mau cek, tidak ada pendidikan politik. Yang ada itu sebenarnya bagaimana intoleran dan isu SARA yang mengerikan," ujar Usep.

Usep menduga Intoleransi yang tinggi satu di antaranya disebabkan karena masa kampanye yang panjang dan menyerempet isu SARA.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini