TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ramainya wacana penerapan kontrak politik 'Jakarta Bersyariat' dinilai berbahaya untuk iklim demokrasi di Indonesia.
“Ini jelas bertentangan dengan prinsip dasar negara kita yang menaungi semua golongan,” kata Pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Prof Syamsuddin Haris dalam pernyataannya, Jumat(24/3/2017).
Menurut Syamsuddin wacana menukar dukungan dengan janji penerapan peraturan untuk golongan agama tertentu merupakan proses kampanye yang tidak sehat.
“Poin pentingnya, memobilisasi isu agama atau sektarian itu tidak sehat. Tidak mendidik dalam proses demokrasi masyarakat kita,” kata Syamsuddin.
Mengakomodasi isu-isu agama dan sektarian dalam Pilkada, lanjut dia hanya akan menghambat proses membangun demokrasi yang mendidik bagi masyarakat.
Isu penerapan aturan yang mengedepankan golongan tertentu ini sangat bertentangan dengan latar belakang Jakarta yang justru sangat majemuk.
“Bagaimanapun, Jakarta ini kan bukan untuk satu agama atau golongan saja. Jakarta juga cerminan Indonesia yang menaungi berbagai golongan,” kata Syamsuddin.
Perbincangan tentang kontrak politik yang memuat penerapan nilai-nilai syariat Islam jika Anies Baswedan dan Sandiaga Uno terpilih sebagai gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta, memang sempat ramai di media sosial.
Tim Anies – Sandi sudah sempat membantah foto-foto lembaran kontrak yang didalamnya tertera perjanjian untuk mewujudkan terbentuknya Perda Syariah Islam di Jakarta.