TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jaksa Penuntut Umum (JPU) berencana mengajukan banding atas putusan kasus penodaan agama yang dilakukan Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok.
Pengamat Hukum Andri W Kusuma menilai, rencana jaksa itu justru mencederai hukum acara.
"Jaksa tidak pantas banding," kata Andri ketika dihubungi wartawan, Rabu (24/5/2017).
Bila melakukan banding, Andri menuturkan jaksa telah mengakui melakukan kesalahan sejak menerima berkas dari kepolisian dengan menyatakan P21 alias lengkap.
"Jaksa justru 'merugikan' Ahok sebagai warga negara," kata Andri.
Andri mengatakan saat menyatakan berkas lengkap, jaksa mengetahui terdapat dua pasal yang digunakan untuk menjerat Ahok dalam dakwaan, yakni pasal 156 dan Pasal 156a KUHP.
Namun, ketika dalam persidangan jaksa justru hanya menuntut Ahok menggunakan pasal 156.
"Kalau Jaksa memang menganggap Ahok tidak terbukti melanggar pasal 156a Sebelum Jaksa menyatakan P21 maka ada mekanisme P18 dan P19 dan ini dominis litisnya jaksa," kata Andri.
Menurut Andri, kalau memang Pasal 156a dianggap tidak terpenuhi unsurnya, maka seharusnya sejak awal, jaksa bisa meminta penyidik untuk mengeluarkan pasal 156a dari berkas penyidikan kepada penyidik Polri.
Sebelumnya, Ahok resmi mencabut banding yang ditujukan terhadap Pengadilan Negeri Jakarta Utara.
Pencabutan itu dikarenakan Ahok tidak ingin memperpanjang kasus penodaan agama itu.
Sementara Jaksa Agung HM Prasetyo menjelaskan, alasan pihaknya mengajukan banding tersebut, ingin mempertanyakan kenapa tuntutan yang diajukan Jaksa Penuntut Unum (JPU) berbeda dengan vonisnya, dimana Ahok dituntut 1 tahun penjara dengan masa percobaan 2 tahun.
Ahok diketahui sudah divonis 2 tahun kurungan penjara. Majelis Hakim Pengadilan Jakarta Utara meyakini, ucapan Ahok mengandung unsur penodaan agama, saat berpidato di Kepulauan Seribu.