TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Abraham " Lulung" Lunggana mengungkapkan kekecewaannya terhadap pemerintahan periode 2012-2017 di Jakarta.
Hal itu dia sampaikan dalam rapat pembahasan RPJMD 2018-2022 antara tim sinkronisasi Anies-Sandiaga dan Pemprov DKI Jakarta.
"Saya ingin sekali memberi pendapat agar pemerintah ke depan antara eksekutif dan legislatif enggak lagi gagal membangun komunikasi. Kalau gagal, berdampak pada kebijakan yang berlawanan dengan regulasi. Ini pengalaman, karena dulu ada salah tafsir," ujar Lulung di Balai Kota DKI Jakarta, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jumat (2/6/2017).
Lulung menyinggung adanya diskresi yang sering dikeluarkan oleh pemerintahan sebelumnya di bawah kepemimpinan Basuki Tjahaja Purnama.
Lulung memberi contoh soal kontribusi tambahan 15 persen dalam raperda terkait reklamasi yang dulu disebut sebagai diskresi gubernur.
Dia berharap hal yang sama tidak terulang lagi di pemerintahan Anies-Sandiaga.
Lulung juga sempat menyinggung soal pembangunan Ruang Publik Terpadu Ramah Anak (RPTRA).
Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta itu khawatir nantinya RPTRA malah membebani belanja daerah.
Selain itu, opini wajar dengan pengecualian (WDP) yang terus menerus diterima Pemprov DKI juga harus menjadi perhatian.
Lulung mengatakan, itu semua bisa menjadi bom waktu yang merugikan Pemprov DKI.
"Setiap program jangan jadi program pencitraan. Karena biasanya ada korban diskriminasinya. Untung saya kan jadi korban diskriminasi kemarin," ujar Lulung.
"Kemarin kita gagal membangun komunikasi. Kalijodo (ditertibkan) pakai tentara, Kampung Akuarium pakai tentara. Sampai ada wali kota yang mengundurkan diri. Ini enggak boleh terjadi lagi," kata Lulung.(Jessi Carina)
Berita Ini Sudah Dipublikasikan Kompas.com, dengan judul: Lulung Minta Tak Ada Lagi Program Pencitraan di Pemprov DKI