TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Bagaimana perasaan Bathara Saverigadi Dewandoro, dapat menampilkan karyanya di Istana Negara dalam upacara Kenegaraan dan perhelatan seni dalam rangka memperingati Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Ke-72 Republik Indonesia.
Ditonton ribuan orang yang hadir, termasuk tokoh masyarakat, seniman, budayawan, pejabat, birokrat, wakil rakyat, Presiden dan Wakil Presiden dan jutaan rakyat Indonesia, yang menyaksikan perhelatan ini melalui siaran langsung televisi?
“Bangga mendapat kepercayaan menggarap karya kolosal. Tampil di lapangan yang digunakan upacara bendera setiap peringatan 17 Agustus, yang selama ini hanya bisa saya saksikan dilayar televisi,” ujar koreografer muda ini, kepada sejumlah Wartawan usai pergelaran yang berlangsung di depan Istana Negara, Jakarta, Kamis (17/08/2017).
Drama Tari Kolosal karya Bathara, bertajuk ‘Indonesia Jaya’ ini, melibatkan 237 penari. Mereka adalah para remaja penggiat seni yang tergabung di Swargaloka School Of Dance, Sanggar Tari Selendang Merah, Diklat Tari Anjungan Lampung TMII, Sanggar Seni Bestha, Diklat Tari Anjungan Jawa Timur TMII, Sanggar Tari Limpapeh Anjungan Sumatera Barat TMII, Mahasiswa Universitas Negeri Jakarta (UNJ), serta para pelajar dari SMU Negeri 113 Jakarta Timur, dan SMP Negeri 259 Jakarta Timur.
“Ini untuk pertama kalinya saya menyutradarai dan menata tari pagelaran kolosal dengan 237 penari. Dibantu Penata Tari lainnya; Yani Wulandari, Chikal Mutiara Diar, Denta Sepdwiansyah Pinandito, Tatik Pratiwi dan Jingga Aura. Kami bekerjasama mengatur pola lantai para penari,” kata koreografer muda penyandang gelar Museum Rekor Dunia Indonesia (MURI) sebagai koreografer kelas dunia termuda berbasis seni tari tradisi ini.
Menurut Bathara, setiap perbedaan selalu ada kebijaksanaan. Nilai-nilai itulah yang seharusnya lebih dikedepankan dalam berbangsa dan bernegara.
Segala bentuk perbedaan itu menurutnya, harus terbingkai dalam filosofi Bhinneka Tunggal Ika. Semua perbedaan melekat pada substansi demokrasi dan makna kebangsaan.
Nilai-nilai kebangsaan inilah yang kemudian dikemas seniman muda kelahiran Bantul Yogyakarta, 7 Februari 1997 ini, dalam seni pertunjukan bertajuk ‘Indonesia Jaya.’
Drama Tari Kolosal berdurasi 15 menit tersebut, mendeskriptifkan tentang pentingnya sikap inklusivisme kebangsaan. ‘Indonesia Jaya’ ujar Bathara, adalah momentum bagi siapa saja untuk mengambil pelajaran terbaik.
“Agar situasi tidak semakin larung dalam atmosfer yang kontraproduktif, semua pihak perlu menahan diri. Negeri ini harus diruwat atas nama kebersamaan dan dirawat atas nama kebangsaan. Sebab, sesungguhnya Indonesia adalah kita, bersatu dalam perbedaan,” ujar Bathara, yang baru saja kembali dari New Zealand dalam rangka mengikuti program misi kesenian ‘56 Pegiat Budaya’ yang diselenggarakan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.
Puluhan karya repertoar tari dilewatinya, baik di dalam negeri maupun di mancanegara. Bathara juga telah menciptakan beberapa karya tari yang mengantarkannya mendapat sejumlah penghargaan.
Diantaranya; Juara 1 Lomba Tari Kreasi Pesta Seni Pelajar Tingkat DKI Jakarta 2011 yang diselenggarakan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan DKI Jakarta, Juara 1 Lomba Tari Kreasi Se-Jabodetabek - Festival Selaras Pinang 2012, penghargaan Penata Tari Terbaik dari Himpunan Seni Budaya Bangsa Indonesia (HISBI) 2012, atas karyanya berjudul “Tekad,” dan Juara 1 Lomba Tari Kreasi Kelompok Nasional, yang diselenggarakan Universitas Indonesia dalam rangka 7th NFF National Folklore Festival 2013.
Produksi Drama Tari Kolosal ‘Indonesia Jaya’ ini, terselenggara atas kerjasama Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia dan Yayasan Swargaloka Jakarta.