News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Tangis Histeris Ibunda Debora Pecah Ketika Bayinya Kritis karena Tak Mampu Bayar Ruang Perawatan

Editor: Anita K Wardhani
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

TRIBUNNEWS.COM, TANGERANG - Pasangan Henny Silalahi dan suaminya, Rudianto Simanjorang dirundung duka mendalam.

Mereka hanya bisa mengenang bayi mereka, Tiara Debora, yang meninggal, Minggu (3/9/2017) lalu.

Nyawa bayi berusia empat bulan itu tak tertolong, karena berbelitnya urusan administrasi di rumah sakit lantaran rumah sakit itu belum ada kerja sama dengan BPJS Kesehatan

Tiara Debora (Kolase Tribunnews)

.

Kepada Warta Kota (Tribunnews.com Network), Sabtu (9/9/2017), Henny dan Rudianto mengungkapkan rasa penyesalan mereka memercayakan nyawa Debora kepada pihak RS Mitra Keluarga Kalideres.

Pasangan suami istri ini tinggal di rumah kontrakan berukuran kecil di Jalan Husen Sastranegara, Gang H. Jaung RT 02/RW 01 Kampung Baru, Kecamatan Benda, Tangerang.

Rumah ini hanya mempunyai tiga ruangan saja. Tampak terparkir sepeda motor butut milik Rudianto di depan rumah.

Henny yang mengenakan daster berwarna cokelat muda masih tampak murung di ruang tamu saat ditemui. Ia memegangi pakaian Debora dan menceritakan kepiluannya yang mendalam.

Henny dan Rudianto, orangtua Debora (4 bulan) yang meninggal karena kesulitan membayar administrasi pelayanan di rumah sakit. (WARTA KOTA/ANDIKA PANDUWINATA)

"Anak saya ini memang lahir prematur, ada masalah sama jantungnya. Sudah berobat dan perlahan-lahan keadaanya membaik," ujar Henny saat ditemui Warta Kota di kediamannya, Sabtu (9/9/2017).

Debora yang berusia 4 bulan ini, tiba-tiba mengalami sakit pada Minggu (3/9/2017) dini hari.

Orangtuanya pun mendadak panik dan mencoba membawanya ke RS Mitra Keluarga, Kalideres, Jakarta Barat.

Baca: Viral! Kronologis Bayi Debora Meninggal Ditolak Rumah Sakit Karena Kekurangan Uang Muka

"Kami sudah panik, dan langsung bawa ke rumah sakit. Debora batuk pilek dan sesak napas," ucapnya.

Pihak RS Mitra Keluarga pun langsung melakukan pelayanan. Bayi berusia 4 bulan itu segera mendapatkan penanganan di IGD.

Namun kondisi Debora semakin melemah.

Pertolongan pertama

Dokter jaga saat itu, Irene Arthadinanty Indrajaya, langsung melakukan pertolongan pertama dengan melakukan penyedotan (suction).

Debora dipasangi berbagai macam alat monitor, infus, uap, dan diberikan obat-obatan. Saat itu, pukul 03.30, Debora sudah bernapas dan menangis kencang.

"Saya pikir sembuh nih, terus saya dipanggil dokter Irene, dia bilang ini harus masuk ruang PICU (pediatric intensive care unit) karena sudah empat bulan usianya, tetapi dia bilang di sini enggak terima BPJS," kata Henny.

Rudianto dan Henny pun langsung mengurus administrasi agar anak mereka dirawat di ruang PICU. Rudianto bercerita, ia menghadap bagian administrasi dan disodori semacam daftar harga. Uang muka untuk pelayanan itu Rp 19.800.000.

"Saya bilang saya enggak bawa duit sama sekali, cuma bawa kunci sama duit di kantong celana untuk tidur, tetapi mereka bilang harus bayar DP (uang muka)," kata Rudianto.

Ia pun tancap gas ke rumah untuk mengambil dompet. Rudianto kemudian langsung menarik semua uang di ATM yang dimilikinya dan mencairkan sekitar Rp 5 juta.

Surat rujukan

Dokter, perawat, dan petugas administrasi tetap menolak serta meminta uang dilunasi dulu sebesar Rp 11 juta.

Henny mengatakan, dokter saat itu sempat menyebut tarif perawatan di ruang PICU semalam mencapai Rp 20 juta.

Baca: Sebelum Bayi Debora Meninggal, Ibunya Kesulitan Cari Rumah Sakit yang Terima Pasien BPJS

Sekitar pukul 09.00, Henny dihubungi temannya yang mengabarkan ada ketersediaan ruang PICU di RS Koja.

Kondisi kritis

Kondisi Debora kritis. Dokter dan suster bergantian meresustasinya (CPR). Dokter menyebut Debora masih bernapas, tetapi jantungnya berhenti.

Monitor jantung menunjukkan garis lurus tak berkelok. Henny dan suaminya hanya bisa memegangi tangan anak malang itu.

Ia menangis dan meminta Debora bertahan."Saya teriak, anak saya kedinginan dan tubuhnya pucat. Di situ saya menjerit. Dek, jangan pergi, tolong kamu bertahan, jangan menyerah," kata Henny. (dik/ajg/Kompas.com)

BACA Berita selengkapnya di Koran Warta Kota Edisi Minggu, 10 September 2017

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini