TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Manajemen PT Pembangunan Jaya Ancol menjawab tuntutan yang dialamatkan kepada pihaknya, seperti tuntutan agar tiket masuk kawasan wisata Ancol digratiskan.
Selain itu Manajemen Ancol juga menanggapi berbagai tudingan miring, di antaranya soal hunian dan reklamasi yang digoreng sejumlah pihak untuk menyudutkan perseroan yang mayoritas sahamnya dimiliki Pemprov DKI Jakarta itu.
Direktur Utama PT Pembagunan Jaya Ancol C. Paul Tehusijarana menyatakan sulit memenuhi tuntutan penggratisan tiket masuk meskipun pesisir Ancol disebutkan pantai publik.
Ia justu menyebutkan, pihak-pihak yang mendesaknya tidak paham sejarah terbentuknya Ancol, hingga kini menjadi kawasan wisata yang paling populer di Jakarta.
"Jadi awalnya Ancol itu tidak punya pantai. Dulu di sini masih rawa-rawa, kemudian didapatlah izin untuk reklamasi pada 1995. Mulai saat itu kami bikin pantai, secara berkala kami beli pasir dari luar untuk menciptakan pantai berpasir. Jadi, itu adalah pantai buatan dengan investasi yang cukup besar," katanya dalam kunjungannya ke Kantor Redaksi Warta Kota Kompleks Kompas Gramedia Jalan Palmerah barat
Terkait pembangunan hunian komersil, ia bilang bahwa hal itu bentuk ekspansi usaha yang dilakukan perseroan. Pihaknya pun telah memenuhi persyaratan-persyaratan dalam menjalankan unit usaha propertynya.
Ia menambahkan, pendapatan perusahaan dari revenue tiket menempati posisi pertama dan menyumbang sebesar 70 persen dari total pendapatan.
Dari jumlah itu, tiket di gerbang masuk menyumbang porsi terbesar dengan angka 70 persen dari pendapatan seluruh tiket.
"Jadi perlu diketahui bahwa ada kekeliruan pemahaman soal persepsi pantai publik ini. Kami membuat pantai buatan dan itu bukan pantai alami," tegasnya.