TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Gerak cepat kepemimpinan Anies-Sandi dalam menjalankan pemerintahan Provinsi DKI Jakarta perlu berlanjut dengan penertiban tower komunikasi yang terdapat di seluruh Jakarta.
Hal ini dilakukan untuk penataan kota dan mengetahui kerugian negara akibat potensi pajak yang hilang.
“Seiring pesatnya era digital komunikasi maka semakin cepat pula pembangunan tower komunikasi dan bertebaran dimana-mana. Jika tidak ditata, kota akan terlihat semrawut. Anies-Sandi tidak menghendaki itu. Jakarta harus maju kotanya, maka Pemprov DKI Jakarta akan membongkar tower komunikasi yang tak berizin," ujar Direktur Eksekutif Jakarta Research and Public Policy (JRPP), Muhammad Alipudin di Jakarta (3/11).
Baca: Dua Orang Pencari Kerang Hilang di Danau Situ Sari Cileungsi
Alipudin menyatakan Pemprov DKI Jakarta mengalami kerugian akibat adanya tower komunikasi yang tak berizin.
“Pendirian tower (komunikasi) kan harus ada IMB-nya, terus beroperasinya tower (komunikasi) kan ada retribusinya. Itu semua kan pemasukan Pemprov DKI Jakarta. Besar sekali potensi pajaknya yang hilang”, jelas Alipudin.
Menurut laporan Dinas Komunikasi dan Informasi DKI Jakarta, terdapat 6000 tower komunikasi yang tak berizin dan berada di area RTH, Fasum dan Fasos. Adapun rujukan penertiban tower komunikasi tercantum pada Pergub DKI Jakarta No. 89 Tahun 2006 dan Pergub DKI Jakarta No. 138 Tahun 2007.
Sementara itu pengamat tata kota, Heru Hermawan mendukung langkah Pemprov DKI Jakarta dalam menertibkan tower komunikasi.
Baca: Kementerian PUPR Segera Rampungkan Kajian Gedung DPR
“Pendirian tower komunikasi memang harus mengikuti prosedur yang ada. Hal ini dilakukan agar pendirian tower komunikasi itu sesuai perencanaan penataan kota”, ujar Heru.
Adapun selama pemerintahan Pemprov DKI Jakarta dibawah kepemimpinan Basuki Tjahaja Purnama diduga adanya perusahan komunikasi yang bermasalah terkait pendirian tower komunikasi seperti Bali Tower.