TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Puluhan geng motor kembali berulah di Depok dan Sukabumi dengan melakukan penjarahan toko.
Musni Umar, Sosiolog dan Rektor Univ. Ibnu Chaldun Jakarta menyebut fenomena sosial ini sungguh memprihatinkan.
Ia menjelaskan, setidaknya ada lima persoalan yang menjadi akar masalah sehingga permasalahan geng motor tidak pernah bisa diatasi.
Baca: Tiga Kasus Korupsi yang Paling Banyak Dilakukan Kepala Daerah
"Saya sebut 5 K," kata Musni Umar kepada Warta Kota, Selasa (26/12/2017).
Pertama, kurang pendidikan terutama pendidikan agama. Para geng motor tidak mempunyai pendidikan yang memadai.
Akibat kurang pendidikan, maka tidak bisa diterima bekerja di pemerintahan dan swasta.
Untuk membuka usaha sendiri, tidak mudah karena tidak ada kepakaran (keahlian), tidak ada modal dan tidak ada yang memandu atau membimbing mereka.
"Lebih parah lagi para geng motor kurang pendidikan agama. Banyak pemuda yang kurang pendidikan umum, tetapi mereka memperoleh pendidikan agama yang baik di masa kecil, sehingga memiliki benteng diri yang kukuh dan kuat dalam menghadapi godaan dan tantangan hidup, sehingga tidak melakukan perbuatan kriminal sesusah apapun kehidupan mereka."
Kedua, kurang perhatian dari orangtua.
Merupakan fakta bahwa orang tua para geng motor dari kalangan masyarakat bawah.
Mereka bukan hanya kurang pendidikan, tetapi pada umumnya miskin, sehingga tidak mampu mendidik dan menyekolahkan anak ke jenjang pendidikan yang tinggi.
"Dampaknya, para geng motor setelah besar, merasa tidak mendapat perhatian dari orangtua. Sejatinya, orang tua mereka bukannya tidak memberi perhatian pada anak, tetapi tidak tahu caranya dan tidak punya kemampuan ekonomi untuk menyekolahkan mereka di perguruan tinggi."
Ketiga, kurang pekerjaan alias pengangguran.
Konsekuensi logis kalau tidak mempunyai pendidikan yang memadai dan tidak memiliki kepakaran, dan tidak ada yang mengajak, membimbing dan mengajari bisnis, maka pasti menganggur.
"Kalau menganggur dan bergerombol tiap hari, maka potensi melakukan kriminal terbuka lebar karena tuntutan perut. Itulah yang dialami geng motor."
Keempat, kurang perhatian lingkungan.
Para geng motor telah menjadi musuh bagi masyarakat karena ulah mereka, masyarakat jadi benci dan menjauhi mereka.
"Jadi lingkungan tempat mereka tinggal dan sering kumpul, pasti tidak memberi perhatian kepada geng motor. Masyarakat hanya melihat hilirnya, tidak melihat akar masalah, mengapa geng motor berprilaku tidak baik."
Kelima, kurang perhatian pemerintah. Ia menegaskan, hal ini merupakan kenyataan, sejak Orde Baru berkuasa 32 tahun lamanya dan Orde Reformasi 19 tahun, fokus utama pembangunan adalah penbangunan pisik.
Pembangunan manusia sangat kurang, sehingga lahir geng motor.
Dampak dari model pembangunan yang dijalankan selama 51 tahun, pertama, masyarakat menjadi hedonis - menghambakan materi.
Masyarakat berubah prilakunya, menghalalkan segala cara demi mendapatkan materi (uang) tanpa peduli halal atau haram.
Kedua, mayoritas bangsa Indonesia hanya berpendidikan SMP dan tidak sekolah.
Pada umumnya mereka yang berpendidikan rendah dari kalangan masyarakat bawah seperti anak-anak geng motor, pasti tidak bisa berpartisipasi dalam pembangunan.
Ketiga, Indonesia kelihatan maju, sejatinya tidak maju karena mayoritas masyarakat masih miskin dan beban negara dalam bentuk hutang sangat besar.
"Oleh karena itu, fenomena geng motor jangan hanya dilihat dari prilaku mereka yang melakukan penjarahan toko, tetapi sejatinya adalah kegagalan pembangunan yang mengutamakan pisik ketimbang pembangunan manusia," jelasnya