TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Program rumah DP nol rupiah yang digagas Gubernur DKI Jakarta Anies Rasyid Baswedan selayaknya memiliki payung hukum berupa peraturan daerah (Perda) dan peraturan gubernur (Pergub).
“Program rumah DP nol rupiah semestinya memiliki payung hukum berupa Perda maupun Pergub,” ungkap Sekretaris Fraksi PDIP DPRD DKI Jakarta, Dwi Rio Sambodo. Jumat (19/1/2018).
Seperti diketahui, Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan meresmikan ground breaking pembangunan hunian uang muka (down payment) atau DP Nol Rupiah di kawasan Pondok Kelapa, Jakarta Timur, Kamis (18/1/2018).
Rumah DP Nol Rupiah ini berupa rumah susun sederhana milik (Rusunami) dan dibangun di lahan seluas 1,4 hektare milik Pemprov DKI Jakarta.
“Idealnya sebelum program ini dilaksanakan perlu dibuat aturan hukum terlebih dahulu, misalnya yang menyangkut mekanisme dan prosedur pembangunan, skema pembayaran, maupun pembiayaannya yang berasal dari APBD DKI Jakarta,” tutur Rio, sebutan akrab Dwi Rio Sambodo yang juga Ketua DPC PDIP Jakarta Timur ini.
Menurut Rio, terlebih juga diatur dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 18/16/PBI/2016 tentang Rasio Loan to Value untuk Kredit Properti, Rasio Financing to Value untuk Pembiayaan Properti, dan Uang Muka untuk Kredit atau Pembiayaan Kendaraan Bermotor (peraturan).
Rio menuturkan, Pemprov DKI Jakarta harus membuat aturan tersendiri mengenai Rumah Susun DP Nol rupiah.
Dia mengingatkan upah minimum regional (UMR) untuk DKI Jakarta hanya sebesar Rp 3,6 juta per bulan.
Sehingga, Rio melanjutkan, andaikan bunga 7 persen, untuk dapat Rusunami petak seluas 21 meter persegi dengan harga Rp 187 juta, seseorang yang bergaji Rp 7 juta harus mencicil 15 tahun dengan angsuran bulanan sekitar Rp 2,1 juta.
Apabila dicicil dengan tenor 10 tahun, maka harus membayar sebulan Rp 2,6 juta.
Tetapi kalau Rusunami seharga Rp 320 juta tipe 36 cicilan untuk tenor 15 tahun menjadi Rp 3,64 juta per bulan.
“Dengan demikian apakah dengan UMR Rp 3,6 juta per bulan, seseorang mampu untuk membeli rusun tersebut, meski dp nol persen?. Saya kira mustahil bisa membeli,” tandasnya.
Menurut Rio pada akhirnya masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) sulit membelinya meskipun dengan cicilan ringan dan bunga rendah.
Andaikan masyarakat mengalami kegagalan membayar cicilan atau macet, siapakah yang akan menanggung?
Akibatnya nanti masyarakat juga akan dirugikan. Apalagi masa Jabatan Gubernur hanya lima tahun.
“Apakah ketika gubernur berganti menjamin tidak akan mengganti kebijakan tersebut. Sudah menjadi rahasia umum, ketika pejabat berganti maka kebijakan juga akan berganti,” tandas Ketua Alumni GMNI Se Jakarta Raya itu.
Sementara telah diketahui bersama bahwa Rumah DP No Rupiah adalah salah satu dari 23 janji Kampanye.
Pasangan Anies-Sandi berjanji akan membuat rumah DP nol Rupiah untuk kalangan tidak mampu dan dalam bentuk rumah tapak bukan Rumah susun atau flat, apalagi Rumah lapis.