News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Tercemar Bakteri E-coli, Sandiaga Uno Sudah Tak Lagi Gunakan Air Tanah

Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Choirul Arifin
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Wakil Gubernur DKI Jakarta Sandiaga Uno saat menghadiri Festival Sangga Buana di Hutan Kota Pesanggrahan, Jakarta Selatan, Sabtu (17/3/2018).

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Glery Lazuardi

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Karena diduga sudah tercemar bakteri e-coli, Wakil Gubernur DKI Jakarta, Sandiaga Uno menyatakan sudah tidak lagi menggunakan air tanah untuk kebutuhan keluarganya sehari-hari.

Berdasarkan keterangan Direktur Utama PD PAL Jaya, Subekti, septic tank di kediaman Sandiaga bocor. Hal ini membuat bakteri e-coli tersebar dan air tanah di tempat itu tercemar bakteri e-coli dengan kandungan 10 ribu per 100 cc. Sementara, standar minimum 3000.

Setelah mengetahui informasi itu, Sandiaga Uno menyampaikan hal itu kepada istrinya, Nur Asia. Nur Asia juga mengakui air di kediaman mereka berbau.

"Jadi berangkat dari situ saya kaget, tetapi saya diam diam. terus saya bilang sama istri. Non kita mandi pakai air limbah kita sendiri. Ini tidak sehat. Terus (dia bilang) pantesan saja air kita bau di sini," tutur Sandiaga, Rabu (21/3/2018).

Baca: Kronologi Penangkapan Sopir Taksi Online, Perampok Sales Wedding Organizer yang Tewas di Bogor

Baca: Karena Passion, Cewek Cantik Ini Keluar dari Sekolah Perhotelan dan Bekerja Jadi Mekanik Truk Scania

Selain keluarga Sandiaga Uno, setidaknya terdapat 20 orang pengawal yang juga menggunakan air di tempat tersebut untuk keperluan mandi cuci kakus (MCK). Air di sana sebelumnnya juga digunakan untuk memasok debit air di kolam renang keluarga.

Selain menyoroti pencemaran air, dia melihat ada permasalahan lainnya berupa penurunan muka air tanah. Mengenai penurunan muka air tanah, dia mendapatkan pembelajaran saat kunjungan ke Tokyo, Jepang pada beberapa waktu lalu.

Dia menjelaskan, pada sekitar tahun 1960-an penurunan muka tanah berlangsung karena pengambilan air tanah. Penurunan terjadi karena ulah manusia bukan karena pembangunan atau fenomena alam.

"Saya mencoba mengubah dari diri saya sendiri dan keluarga. Data kita penurunan air 7,5 cm. Kalau 10 tahun saja sudah semeter. Jadi bisa dibayangin bagaimana bencana yang diciptakan," tambahnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini