News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Pilkada Serentak

Debat Kandidat Pilkada Kota Bekasi Ricuh, Relawan Teriak dan Tunjuk-tunjuk Calon Wali Kota

Editor: Hasanudin Aco
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Suasana debat pilkada Kota Bekasi sempat dihentikan karena ada seorang pendukung pasangan calon dianggap mengganggu jalannya debat, Kamis (3/5/2018).

TRIBUNNEWS.COM, BEKASI - Seorang pendukung pasangan calon (paslon) Wali Kota dan Wakil Wali Kota Bekasi, Rahmat Effendi-Tri Adhianto Tjahyono terpaksa dikeluarkan dari ruang debat Pilkada Kota Bekasi 2018 di Hotel Santika, Medansatria, Kota Bekasi, Kamis (3/5/2018) siang.

Pemuda berkemeja warna putih dan kuning ini dikeluarkan karena dianggap mengganggu jalannya debat kedua dengan tema "Transportasi, Lingkungan Hidup dan Kependudukan".

Emosinya tersulut saat Rahmat menilai di atas panggung bahwa lawan politiknya Nur Supriyanto menyerangnya secara pribadi, bukan melalui gagasan dalam ajang debat.

Baca: Pejabat Kota Bekasi Ini Sibuk Video Call di Tengah Rapat yang Dipimpin Anies di Balai Kota

Pemuda berusia 30 tahunan ini merespon ucapan Rahmat dengan berteriak sambil menunjuk-nunjuk Nur di atas panggung menggunakan tangan kanannya.

Suasana mendadak ricuh, sehingga petugas keamanan dan kepolisian setempat bergegas meredam amarahnya.

Meski sudah dihalau petugas, pemuda ini kerap berupaya maju menuju panggung.

Petugas kemudian mengeluarkannya dari ruang rapat, dan debat dihentikan sementara waktu.

Rahmat menilai Nur menyerangnya secara pribadi saat sesi tanya jawab dari masing-masing kandidat.

Saat itu Nur diberi kesempatan untuk menanggapi jawaban Rahmat atas pertanyannya tentang pengoperasian Trans Patriot yang terancam molor tiga tahun.

Bahkan Nur menyinggung Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) agar turut memeriksa pengadaan bus Trans Patriot yang molor beroperasi ini.

"Ini harusnya BPK dan KPK melihatnya. Ada satu anggaran yang sudah dipakai belanja, tapi tidak digunakan," kata Nur.

Rahmat menjawab bahwa molornya pengoperasian transportasi massal ini bukan hanya terjadi di Kota Bekasi, namun daerah lain.

Dia mencontohkan, daerah Palembang dan Yogyakarta butuh waktu dua sampai tiga tahun dalam menggagas transportasi massal ini.

"Kota Bekasi baru dibeli (Trans Patriot) 2017, karena bertepatan dengan masa habis jabatan saya dengan Bapak Ahmad Syaikhu (Wakil Wali Kota Bekasi)," kata Rahmat.

Menurut dia, persoalan ini sebetulnya hal yang sederhana. Penjabat Wali Kota Bekasi, Ruddy Gandakusumah yang saat ini menggantikan posisinya, bisa saja mengeluarkan Keputusan Wali Kota untuk melimpahkan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) supaya mengoperasikan transportasi ini.

BUMD kemudian melaporkan pelimpahan kewenangan pengoperasian Trans Patriot beserta busnya ke DPRD Kota Bekasi.

"Nanti BUMD itu bisa bekerjasama dengan siapa pun juga (pihak ketiga), dan prosesnya selesai," katanya.

Tentang pengaduan ke KPK dan BPK, Rahmat menilai jabatannya sebagai kepala daerah merupakan seorang politisi, bukan pengguna anggaran.

"Kalau ada mark up (korupsi) boleh laporkan, lagian saya bukan pengguna anggaran," katanya.

Nur menanggapi jawaban Rahmat bahwa seorang kepala daerah atau pemimpin harusnya bertanggung jawab dengan apa yang dilakukannya untuk masyarakat.

"Ilmu kepemimpinan yang saya miliki, harusnya komandan (pimpinan) bertanggung jawab, bukan menyerahkan ke orang lain," kata Nur.

Ucapan Nur rupanya menyulut emosi Rahmat dengan memotong pembicaraannya.

"Ini namanya menyerang secara pribadi," kata Rahmat.

Seketika pernyataan Rahmat mengundang reaksi para pendukungnya. Salah seorang pemuda kemudian dikeluarkan dari ruang debat tersebut.

Penulis: Fitriyandi Al Fajri

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini