News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Lagi, Kali Bekasi Berbusa dan Berbau, Banyak Ikan Mati

Editor: Hasanudin Aco
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Kali Bekasi di Bendung Bekasi, Kelurahan Margahayu, Kecamatan Bekasi Timur, Kota Bekasi kembali berbusa, Kamis (24/5/2018) siang.

TRIBUNNEWS.COM, BEKASI - Kali Bekasi di Bendung Bekasi, Kelurahan Margahayu, Kecamatan Bekasi Timur, Kota Bekasi kembali berbusa, Kamis (24/5/2018) siang.

Ini kesekian kalinya sungai itu diduga tercemar.

Air sungai berwarna coklat mengeluarkan bau tidak sedap, sehingga mengganggu kenyamanan masyarakat terutama pengendara motor di wilayah setempat.

Salah seorang warga, Ardiansyah (26), menyebut busa timbul sejak pukul 07.30 atau ketika Kali Bekasi meluap.

"Air berbusa dan berbau sudah sering terjadi, bahkan pekan lalu pada Kamis (17/5/2018) juga terjadi," kata Ardiansyah, Kamis (24/5/2018).

Baca: Anak Sungai Di Melbourne Tercemar Polutan Deterjen

Menurut dia, aroma dan warna air kali saat ini dengan pekan lalu terdapat kemiripan. Bahkan pekan lalu banyak ikan mati karena diduga tidak mampu menahan kandungan air yang tercemar.

"Kalau sekarang belum kelihatan ada ikan yang mati, mungkin pencemarannya tidak separah pekan lalu," ujarnya.

Kepala Seksi Kerusakan Lingkungan pada Dinas Lingkungan Hidup Kota Bekasi, Suhendra, mengaku sudah mengecek ke lokasi kejadian.

Dia mengaku telah mengambil sampel air untuk diuji di laboratorium di daerah Bandung, Jawa Barat.

"Hasil yang minggu lalu saja belum keluar, kita masih tunggu hasil laboratorium," kata Suhendra.

Direktur Eksekutif Kawal Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (KAWALI), Puput TD Putra menduga, munculnya busa tersebut akibat limbah domestik dan industri.

Kandungan detergen yang mengendap di dasar kali, ucap Puput, kemudian teraduk saat kali berarus deras (hujan) sehingga menimbulkan busa di bagian permukaannya.

"Tapi hal ini perlu ditelusuri lebih dalam, dan ada hasil labotarium pendukung yang menyatakan pencemaran itu benar didominasi oleh limbah detergen," kata Puput.

Dia mengatakan, limbah domestik sebagian besar mengandung detergen dari pencucian perabot dapur, kendaraan, atau air sabun dari kamar mandi.

Kondisi seperti ini hampir terjadi di semua sungai di Indonesia, tetapi tingkat pencemaran paling tinggi terjadi di hilir sungai, makanya sering terjadi ledakan alga/planton.

Soalnya limbah detergen ini mengandung fosfat yang kemudian menjadi gizi untuk dikonsumsi oleh tumbuhan alga ganggang, sehingga oksigen yang ada di dalam air akan berkurang dengan pesat. Dampaknya ikan-ikan yang ada di dalam sungai tersebut akan mati karena harus berebut oksigen dengan alga.

"Pesatnya pertumbuhan tumbuhan berukuran mikro akibat meningkatnya ketersediaan fosfat bisa menyebabkan degradasi kualitas air. Rendahnya konsentrasi oksigen terlarut, bahkan sampai batas nol sehingga ikan dan spesies lain tidak bisa tumbuh alias mati," jelasnya.

Meski demikian, Puput khawatir kejadian tersebut disebabkan faktor lain. Misalnya ada pembuangan limbah yang dilakukan secara tersembunyi oknum atau di sekitar kali. Guna mengungkapnya, kata dia, perlu ditelusuri dengan benar agar kejadian seperti ini tidak sering terulang kembali.

"Menurut kami salah satu solusinya harus ada instalasi pengolahan air limbah (IPAL) komunal di titik-titik pemukiman warga dan industri, agar air limbah dapat ditampung lebih dahulu di IPAL sebelum dialiri ke sungai," katanya.

Selain itu, kata dia, pemerintah juga harus tegas menjalankan peraturan khususnya di bidang lingkungan. Bila ditemukan ada kesengajaan dalam pencemaran ini, pemerintah harus berkoordinasi dengan aparat terkait untuk menindaknya.

Dia menegaskan, pelaku pencemaran bisa ditindak ke ranah pidana karena sudah ada payung hukumnya. Di antaranya UU RI No. 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup; PP RI No .20 tahun 1990 tentang Pengendalian Pencemaran Air; PP RI No. 18 tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3); PP RI No.19 tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara dan/atau Perusakan Laut; dan PP RI No. 27 tahun 1999 tentang Analisis Dampak Lingkungan (Amdal)

"Dampak pencemaran ini tentunya merusak kondisi ekosistem lingkungan dan pemerintah berwenang meminta ganti rugi kepada pelaku pencemaran," jelasnya.

Penulis: Fitriyandi Al Fajri

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini